Pagi tadi setelah selesai saya menonton VCD Maulid, saya bermaksud untuk memutar saluran berita pagi. Namun saya terhenti pada saluran telivisi yang sedang membahas tentang adanya sebuah Pondok Pesantren “WARIA” yang ada di sebuah perkampungan. Dan sudah pasti semua santri-santri disana adalah murni waria, terkecuali para guru-guru pembimbingnya.
Dalam melakukan kegiatan untuk para santri – santri waria tersebut, para guru pembimbingpun menggunakan metoda yang cukup berbeda, diantaranya mereka duduk membuat lingkaran dan berpegangan sambil menyanyikan lagu kemesraannya Iwan Fals. Namun secara kesuluruhan adalah sama, karena saya melihat di TV Mereka juga diajarkan cara membaca Juz ‘Amma, dimana yang satu membaca dan yang lain menyimaknya. Dan mereka juga diajak sholat berjamaah dan tahlil dan berdoa bersama menyebut nama ALLAH meminta ampunanNya dan memohon kesembuhan akan penyakit kejiwaan mereka (kalau memang ini sebuah penyakit).
Sampai disitu acara tersebut saya saksikan, karena waktu sudah hampir siang dan menunjukkan pukul 08.15 WIB, dan sudah waktunya saya berangkat aktivitas. Namun jujur saja saya masih penasaran dengan tayangan TV tadi, apa sebenarnya misi dibalik didirikannya PON-PES WARIA itu..?.....
Akhirnya rasa penasaran tertuang di kotak Searching dan berakhir setelah menemukan pembahasan tentang masalah itu. Semoga Allah memberikan kepada para kaum waria tersebut Hidayah serta Taufik, dan semoga Allah selalu memberikan kita semua rahmat, dan diberikan kemampuan serta kekuatan untuk mempertahankan hidayah yang telah kita peroleh amiin Allahumma Amiin.. Bila teman-teman pun merasakan hal yaitu menjadi penasaran seperti saya, silahkan membacanya sampai dengan selesai.
Kenapa dia harus begitu? Maklum, Arief adalah waria alias wanita pria yang merasa cocok menjadi perempuan. Sejak kecil dia sudah merasakan adanya kelainan dalam dirinya. Mau menjadi laki-laki jantan, macho, tak mampu. Dia cenderung menyukai kelembutan ala wanita. Puluhan tahun kemudian laki-laki asal Jawa Timur itu baru berani menunjukkan eksistensinya sebagai ''wanita'' dengan bersolek seperti perempuan.
Menjadi minoritas di negeri ini memang membuat dia kerepotan. Tak jarang sorot mata aneh bahkan cibiran menerpanya. Namun dia tak begitu menggubris, dia menyadari karena sebagian besar masyarakat belum bisa menerima kehadiran waria. Bahkan tak hanya dalam kehidupan sosial, dalam beragamapun diamerasakan pandangan ganjil dari umat ketika memasuki masjid.
''Saya dan teman-teman sering langsung mengenakan rukuh, menyusup masuk ke jamaah putri ketika sholat di masjid. Tapi kalau situasi tidak memungkinkan ada yang mau masuk ke jamaah laki-laki, mengenakan peci dan sarung,'' tutur dia yang sudah lama berada di
Berkali-kali dia mengalami situasi tidak mengenakkan ketika mau sholat dimasjid. Banyak orang menyingkirinya bahkan ada yang memintanya tidak ikut jamaah putri. Dia dan teman-temannya kadang-kadang terpaksa balik kanan, pulang dan bersembahyang bersama di rumah
Pondok Pesantren
Ketika tiba Ramadan, kaum waria sebenarnya juga ingin bersama umat lain menjalani ibadah di masjid. Tapi apa daya, pandangan negatif masih menyertainya. Beruntung ada salah seorang ustadz yang melihat kondisi
tersebut dan kemudian mendirikan Pondok Pesantren Khusus Waria di kampong Notoyudan,
''Di sinilah kami dimanusiakan, diuwongke. Kami belajar mengaji bersama, berbuka puasa bersama, tarawih, zikir, tahajud, sahur. Semua aktivitas kami lakukan bersama-sama,'' ungkap Arief.
Pondok pesantren di tengah kampung tersebut berada di rumah Maryani, yang juga salah seorang tokoh waria. Berdirinya pondok belum lama, baru bulan Juli 2008 lalu dengan dukungan Ustdaz KH Hamroeli Harun. Setiap sore Ustadz datang memberikan pelajaran membaca Alquran, mengaji dan aktivitas lain. Peserta tampak selalu serius mengikuti setiap kegiatan.
''Waria juga seperti umat yang lain, menjalankan rukun Islam agar dekat dengan Yang Kuasa. Namun pada kenyataannya masih banyak yang belum dapat menerimanya, karena itu kami menggagas agar ada tempat buat mereka mendekatkan diri dengan Allah SWT, di sinilah kemudian kami berkumpul,'' papar Maryani.
0 Response to "Pondok Pesantren"
Posting Komentar
Untuk yang ingin menyampaikan kritik membangun, saran, info atau pertanyaan, silahkan mengisi kotak komentar dibawah ini.
Komentar anda akan direview kembali sebelum ditayangkan, demi kenyamanan pembaca.
Terima kasih