Maulid Nabi Dan Polemiknya

Posted by Admin On May - 7 - 2009

Entah mengapa masih ada sebagian yg begitu alergi dengan perayaan Maulid Nabi, karena mereka menganggap bahwa hal tersebut adalah bid'ah dan mereka mengambil satu-satunya dalil bahwa semua bid'ah adalah sesat dan dinerakalah tempatnya, walaupun banyak ulama' ahlussunnah yg menerangkan ada bid'ah hasanah dan ada bid'ah dholalah tetapi mereka tetap tidak mau menerimanya, intinya antara ulama yg membagi bid'ah menjadi dua hasanah dan dholalah memahami hadits "semua bid'ah adalah sesat" dengan methode Al-ammul mahsus, yaitu dalil umum tetapi ada yg dikecualikan, dan begitu banyak dalil serupa dalam al-qur'an dah hadits. ...

Kumpulan Dokumentasi Infomajelis.co.cc

Posted by Admin On May - 7 - 2009

Inilah kumpulan dokumentasi yang berhasil dikumpulkan oleh Tim Infomajelis.co.cc. Foto - foto ini ada yang diambil langsung oleh Tim dan ada juga di dapat dari email dan dirangkum dalam datu kesatuan. Semoga kumpulan foto-foto ini bisa berguna untuk mereka yang memang memerlukannya untuk tambahan koleksi foto mereka. ...

E-Book Islami GRATISAN

Posted by Admin On May - 7 - 2009

Tersedia bermacam-macam E-Book Islami disini. Kami menyediakan kumpulan E-Book tersebut dalam rangka untuk menyebarluaskan syiar dan demi terciptanya semangat membaca bagi semua kalangan terutama kalangan Muda, agar selalu menyempatkan diri untuk membaca tanpa harus dipusingkan oleh masalah biaya. Dapatkan E-Book islami di sini dengan cuma-cuma. GRATIS..TIS..TIS . ...

Terima Kasih kepada para Donatur yang selalu memberikan dana untuk kelangsungan Info-Majelis, Semua pendanaan akan digunakan dengan sewajarnya dan dengan seperlunya dan untuk pembiayaan blog ini. Terima kasih pula tertuju untuk para "clickers" yang selalu memperhatikan blog ini, semoga tercapai segala cita dan harapan kita bersama.
Ingin ikut berpartisipasi membiayai blog ini dan menjadi "clickers"..? Silahkan klik salah satu program dibawah ini. Karena cukup hanya dengan cara tersebut, secara tidak langsung anda ikut membiayai blog ini. Semua program dibawah ini adalah program GRATIS yang dapat anda ikuti
Bagjadotkom
adsense
zidu
Join FileFactory Today!
Adsense

Kisah Inspirasi dari Pasir Dan Batu

Diposkan oleh Admin On 2:31 PM 0 komentar

Suatu ketika, ada sepasang pengembara yang sedang melakukan perjalanan. Mereka, kini tengah melintasi padang pasir yang sangat luas. Sepanjang mata memandang, hanya ada horison pasir yang terbentang.

Tapak-tapak kaki yang ada di belakang mereka, membentuk jejak-jejak yang tak putus. Susunannya meliuk-liuk, tampak seperti kurva garis, yang berujung di setiap langkah yang mereka lalui. Sesekali debu-debu pasir menerpa tubuh, dan membuat mereka berjalan merunduk, agar terhindar dari badai kecil itu.

Tiba-tiba, ada sebuah badai besar yang datang. Hembusannya sangat kuat, membuat tubuh mereka bergoyang, dan limbung. Terpaan yang begitu kuat segera membuat ujung-ujung pakaian mereka berkibar-kibar, mengelepak, dan mendorong tubuh mereka ke arah belakang. Untunglah, mereka saling berpegangan, dan dapat bertahan dari badai itu.

Namun, ada musibah lain yang menimpa mereka. Bekal minum mereka terbuka, dan terbawa angin yang kuat tadi. "Ah..kita akan mati kehausan disini, " ujar seorang pengembara. Lelah bertahan seusai badai, keduanya duduk tercenung, menyesalkan hilangnya bekal minum mereka. Seseorang dari mereka, tampak menulis sesuatu di atas pasir dengan ujung jarinya. "Kami sedih. Kami kehilangan bekal minuman kami di tempat ini." Pengembara yang lain tampak bingung, namun tetap membereskan perlengkapannya.

Badai sudah benar-benar usai, dan keduanya pun melanjutkan perjalanan. Setelah lama menyusuri padang, mereka melihat sebuah oasis di kejauhan. "Kita selamat, seru seorang pengembara, "lihat, ada air disana." Mereka setengah berlari ke arah air itu. Untunglah, itu bukan fatamorgana.

Tampaklah sebuah kolam kecil dengan air yang cukup banyak. Keduanya pun segera minum sepuas-puasnya, dan mengambil sisanya untuk bekal perjalanan. Sambil beristirahat, pengembara yang sama mulai menulis sesuatu. Pisau yang digenggamnya digunakan untuk memahat di atas sebuah batu. "Kami bahagia. Kami dapat melanjutkan perjalanan karena menemukan tempat ini."

Merasa bingung dengan tingkah sahabatnya, pengembara yang lain mulai bertanya. "Mengapa kini engkau menulis di atas batu, sementara tadi engkau menulis di atas pasir saat kita kehilangan bekal minum? Tersenyum mendengar pertanyaan itu, sang sahabat mulai menjawab. "Saat kita mendapat kesusahan, tulislah semua itu dalam pasir. Biarkan angin keikhlasan akan membawanya jauh dari ingatan. Biarkan catatan itu akan hilang bersama menyebarnya pasir ketulusan. Biarkan semuanya lenyap dan pupus."

"Namun, ingatlah, saat kita mendapat kebahagiaan, pahatlah kemuliaan itu dalam batu, agar tetap terkenang dan membuat kita bahagia. Torehlah kenangan kesenangan itu dalam kerasnya batu, agar tak ada sesuatu yang dapat menghapusnya. Biarkan catatan kebahagiaan itu tetap ada. Biarkan semuanya tersimpan."

Keduanya kembali tersenyum. Bekal minuman telah cukup, dan merekapun kembali meneruskan perjalanan mereka.

***

Teman, ada kalanya memang, kita menemui kesedihan dan kebahagiaan. Ada kalanya, keduanya hadir berselang-seling, saling berganti mewarnai panjangnya jalan hidup ini. Keduanya, saya yakin, memberikan kita semacam memori yang kerap membuat kita terkenang.

Namun, adakah kita mau bersikap seperti pengembara tadi? Maukah kita menjadi seorang yang pemaaf, yang mampu untuk menuliskan setiap kesedihan dalam pasir, agar angin keikhlasan mampu membawanya pergi? Maukah kita menjadi seorang yang tegar, yang mampu melepaskan setiap kesusahan bersama terbangnya angin ketulusan?

Dan teman, cobalah pula untuk selalu mengingat setiap kebaikan dan kebahagiaan yang kita miliki. Simpanlah semua itu dalam kekokohan hati kita, agar tak ada apapun yang mampu menghapusnya. Torehlah kenangan kebahagiaan itu, agar tak ada angin kesedihan yang mampu melenyapkannya.

Saya yakin, angin kebahagiaan dan keikhalasan, akan mampu menggantikan tulisan kesedihan kita di atas pasir kesusahan. Sementara, pahatan kebahagiaan kita, akan selalu terkenang dan membuat kita optimis dalam menjalani panjangnya hidup ini.


T.to : Irfan Seeds
Selengkapnya...

Kisah Inspirasi dari Pasir Dan BatuSocialTwist Tell-a-Friend

2 Tuntunan Akidah Islam

Diposkan oleh Admin On 2:02 PM 0 komentar

Berikut ini adalah tuntunan Akidah Islam yang di susun Oleh Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad yang lebih dikenal dengan "Al-Aqidatul Mujmalah", dan juga tuntunan Akidah Islam yang disusun oleh Habib Ali bin Abi Bakar Assakran yang lebih dikenal dengan nama "Al-Aqidatul lil Arifibilah".

Semoga dua akidah ini dapat selalu melekat dihati kita dan senantiasa menyinari langkah kita semua hingga kita semua selamat dunia akhirat. amiin Allahumma amiin


Bismillaahir Rahmaanir Rahiimi

Wa ba’du faainnaa wal hamdulillaahi qad radhiinaa billaahi rabbaan
Wa bil islami diinaan wa bi muhammadiin nabiyyan wa rasuulan,
Wa bilQur’ani imaaman, wa bil ka’bati qiblataan
Wa bil mu’miniin ikhwanaan
Wa tabarra’na min kulli diiniin yukhalifu diinal islaam
Wa amannaa bikulli kitaabin ‘anzalahull
aahu
Wa bikulli rasuuliin arsalahullahu
Wa bimalaikatillaahi, wa bil qadari khairiihi wa syarrihi
Wa bil yaumil akhiri wa bikulli maa jaa’abihi muhammadun rasuulullaahi
shallallaahu ‘alayhi wa sallam ‘anillaahi
‘alaa dzaalika nahyaa wa alayhi namuutu wa alayhi nub’atsu
insyaa’allaahu mina ‘aaminiin.

Alladziina laa khaufuun alayhim wa laahum yahzanuun.
Bi fadhlikaallaahumma yaa rabbal ‘alamiin.
Asyhadu anlaa ilaaha illallaahu wahdahu laa syariikalahu
Wa asyhadu anna muhammadan abduhu w
a rasuuluhu.
Amantu billahi, wa malaaikatihi wa kutubihi wal yaumil aakhiri wa bil qadari khairihi wa syarrihi.
Shadaqallaahu wa shadaqarasuuluhu, shadaqallaahu wa shadaqarasuuluhu.
Aamantu bisysyari’ati, wa shadaqtu bisysyari’ati.
Wa in kuntu qultu syai’in khilaafal ‘ijma’i raja’tu ‘anhu wa tabarra’tu min kulli diiniin
khalafa diinaal’islaam.
Allaahumma innii uuminu bimaa ta’lamuu ‘annahulhaqqu ‘indak,
Wa abra’u ilayka mimma ta’lamu annahul baathil
u ‘indak,
Fakhud minnii jumalaan wa laa tuthalibniiy bittafshiiil (Astaghfirullaahal’azhiim wa atuubu ‘ilayhi).
Asyhadu anlaa ilaaha illallaahu wahdahu laa syariikalahu
Wa asyhadu anna muhammadan abduhu wa rasuuluhu.
Wa anna ‘isa abdullaahu wa rasuuluhu, waabnu ‘amatihi wakalimatuhu,
Alqaahaa ilaa maryam wa ruuhu minhu,
Wa annaljannatal haqquun, wa anna naara haqquun.
Wa anna kulla maa ‘akhbarabihi rasuulullahui shallall
aahu ‘alayhi wa sallam haqqun
Wa anna khairaddunyaa wal ‘aakhirati fii taqwaallaahu wa thaa’atihi
Wa anna syarraddunyaa wal ‘aakhirati fii ma’shiyatillahi wa mukhaalafatihi
Wa anna sysya’ata ‘atiyatuun laa raiba fiihi,
Wa annaallaaha yab’atsu man fiil qubuuri,
Asyhadu anlaa ilaaha illallaahu wadahu laa syariikalahu
Wa asyhadu anna muhammadan abduhu wa rasuuluhu.
Laa ilaaha illallaahu ‘ufnii bihaa ‘umrii,
Laa ilaaha illallaahu adkhulu bihaa qabrii

Laa ilaaha illallaahu ‘akhluu bihaa wahdii
Laa ilaaha illallaahu alqaa bihaa rabbi
Laa ilaaha illallaahu qabla kulli syai’in
Laa ilaaha illallaahu ba’da kulli syai’in
Laa ilaaha illallaahu yabqaaa rabbunaa wa yafnaa kullu syai’in
Laa ilaaha illallaahu astaghfirullaahi
Laa ilaaha illallaahu astaghfirullaahi
Laa ilaaha illallaahu astaghfirullaahi
Wa atuubu ilaallaahu,

Laa ilaaha illallaahu muhammadun rasuulullaahi shallaallaahu ‘alaiyhi wasallam.

Nah kalo mau MP3nya download aja disini..


Selengkapnya...

2 Tuntunan Akidah IslamSocialTwist Tell-a-Friend

Indahnya Do'a Kamilin

Diposkan oleh Admin On 4:30 PM 0 komentar

Seperti layaknya orang-orang tua kita dulu, maka sudah terbiasalah kita mendengar bahkan mengaminkannya ketika sang Imam memanjatkan Doa yang dinamakan dengan "Doa Kamilin" yang selalu terdengar di Mushola atau masjid didaerah sekitar kita pada setiap Bulan Ramadhan. Maka beruntunglah kita-kita yang mendengarkan serta mengamiinkan doa tersebut, karena demikian indahnya Doa tersebut dan benar-benar penuh pengharapan.

Doa Kamilin selalu kita panjatkan pada bulan Ramadhan setiap selesai Sholat Tarawih. Untuk yang memang belum hafal atau mungkin belum tahu isi dari dari Doa Kamilin, berikut ini saya sengaja menuliskannya sekaligus dengan terjemahnya. Semoga dengan ini kita jadi bisa menghafal doa tersebut dengan mudah (mumpung waktunya masing senggang....2 bulan lagiii).

Sebelum kita membaca doa kamilin tersebut, kita dianjurkan membaca muqoddimah doa, yaitu :

"Bismillahir-rahmanir-rahim
Alhamdulillahi hamdan yuwafi ni`amahu wa yukafi mazidahu ya rabbana lakalhamdu kama yanbaghi lijalali wajhika waazhimi sulthanik. Allahumma shalli wa sallim `ala sayyidina muhammadin wa `ala alihi wa shahbihi ajma’in. "

Setelah kita membaca Muqaddimah Do'a, dilanjutkan dengan Do'a Kamilin. berikut ini Doanya :

Allahummaj`alna bil imani kamilin, wa lifa-raidhika mu'addin, wa `alash-shalati hafizhin, walizzakati fa`ilin, wa lima 'indaka thalibin, wa li`afwika rajin, wa bil-huda mutamassikin, wa `anillaghwi mu’-ridhin.wa fiddunya zahidin, wa fillakhirati raghibin –wa bil qadha'i radhin, wa bin-na`ma'i syakirin, wa’alal-balaya shabirina wa tahta liwa'i sayyidina, muhammadin shalallahu 'alaihi wa sallama yaumul–qiyamati sa'irina wa`alal hawdhi waridina wa fil jannati dakhilina wa`ala sariril-karamati qa`idina wa bihurin inin mutazawwijin, wa min sundusin wa istabraqin wa dibajin mutalabbisin, wa min tha’amil jannati akilin , wa min labanin wa'asalin mushaf-faini syaribin, bi-akwabin wa abariqa wa ka'sin min ma’in ma`al-ladzina an`amta `alaihim minan-nabiy-yina wash-shiddiqina wasy-syuhada'i wash-shalihin. Wa hasuna ula'ika rafiqa, dzalikal-fadhlu minalllahi wa kafa billahi `alima. Allahummaj`alna fi hadzihil lailatisy-syarifatil-mubarakati minas-su`ada-il-maqbulina wa la taj`alnallahumma minal-asyqiya-il –mardudina birahmatika ya arhamar-rahimin. Illahana 'afina wa’fu anna wagfirillahumma lana wa liwalidina wa li-ummahatina wa li ikhwanina wa li akhawatina wa li azwajina wa li ahlina wa li ahli baitina wa li ajdadina wa li jaddatina wa li asatidzatina wa li masyayikhina wa li mu’allimina wa liman `allamnahu , wa liwulati amrina wa li dzawil-huquqi ‘alaina wa liman ahabba wa ahsana ilaina wa liman hadana wa hadainahu ilal-khairi wa liman aushana wa washshainahu bid-dua’ i wa li jami`il-muslimina wal-muslimati wal muminina wal-mu'minati al-ahya'i minhum wal-am­wati waktubillahummas-salamata wal-`afiyata `alaina wa alaihim wa 'ala 'abidikal-hujjaji wal-ghuzati waz­ zuwwari wal-musafirina fil-barri wal-bahri minal mus­-limina wa qina syarrazh-zhalimina fanshurna `alal­ -qaumil-kafirina ya mujibas-sa-ilina wakhtim lana ya rabbana minka bikhairin ya arhamar-rahimin. Wa shallallahu `ala khairi khalqihi sayyidina muhamm­adin wa `ala alihi wa shahbihi ajma`ina wa salim tasli'man katsiran wal-hamdulillahi rabbil `alamin.

Artinya :

"Dengan nama Allah, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji milik Allah, dengan puji­an yang sesuai dengan nikmat-nikmat-Nya dan setara dengan tambahan-tambahan nikmat-Nya. Oh Tuhan, milik-Mu segala pujian, sebagaimana semestinya bagi kebesaran `wajah'-Mu dan keagungan kekuasaan-Mu. Ya Allah, limpahkanlah shalawat dan salam kepada junjungan kami, Nabi Muhammad, serta kepada ke­luarga dan para sahabat sekalian.
Ya Allah, jadikanlah kami orang-orang yang sempurna imannya, yang melaksanakan kewajiban-
kewajiban terhadap-Mu, yang memelihara shalat, yang mengeluarkan zakat, yang mencari apa yang ada di sisi-Mu, yang mengharapkan ampunan-Mu, yang berpegang pada petunjuk, yang berpaling dari kebatilan, yang zuhud di dunia, yang menyenangi akherat , yang ridha dengan ketentuan, yang ber­syukur atas nikmat yang diberikan, yang sabar atas segala musibah, yang berada di bawah panji-panji junjungan kami, Nabi Muhammad, pada hari kiamat, sampai kepada telaga (yakni telaga Nabi Muhammad) yang masuk ke dalam surga, yang duduk di atas dipan kemuliaan, yang menikah de­ngan para bidadari, yang mengenakan berbagai sutra ,yang makan makanan surga, yang minum susu dan madu yang murni dengan gelas, cangkir, dan cawan bersama orang-orang yang Engkau beri nikmat dari para nabi, shiddiqin, syuhada dan orang-orang shalih. Mereka itulah teman yang terbaik. Itulah keutamaan (anugerah) dari Allah, dan cukuplah bahwa Allah Maha Mengetahui.

Ya Allah, jadikanlah kami pada malam yang mulia dan diberkahi ini tergolong orang-orang yang bahagia dan diterima amalnya, dan janganlah Engkau jadikan kami tergolong orang-orang yang celaka dan ditolak amalnya, berkat rahmat-Mu, oh Tuhan, Yang Paling Penyayang di antara yang penyayang.
Oh Tuhan, ampunilah kami, juga bapak-bapak kami, ibu-ibu kami, saudara-saudara laki-laki kami. Saudara-saudara perempuan kami, istri-istri (suami­ suami) kami, keluarga kami, kakek-kakek kami, nenek-nenek kami, guru-guru kami, syaikh-syaikh kami, pengajar-pengajar kami, dan orang-orang yang mengajarkan kami, yang mengurus urusan kami, yang memiliki hak terhadap kami, orang-orang yang mencintai kami, yang berbuat baik kepada kami, yang memberi petunjuk kepada kami dan yang kami beri­kan petunjuk kepada kebaikan, yang kami pesankan untuk mendoakan kami, serta semua muslimin dan muslimat, mukminin dan mukminat, yang masih hidup maupun yang sudah mati.
Tetapkanlah keselamatan dan afiat untuk kami dan mereka, juga hamba-hamba-Mu yang sedang menunaikan haji, para pejuang, para peziarah, orang­ orang yang sedang melakukan perjalanan di darat, laut, dan udara dari kaum muslimin, dan peliharalah t kami dari kejahatan orang-orang yang zhalim. Dan tolonglah kami terhadap orang-orang yang kafir.
Oh Tuhan. Dzat yang mengabulkan permohonan orang­-orang yang meminta. Dan akhirilah hidup kami dengan kebaikan, oh Tuhan, Yang Paling Penyayang di antara yang penyayang.
Semoga Allah melimpahkan rahmat dan kesejah­teraan kepada makhluk terbaik-Nya, junjungan kami, Nabi Muhammad, beserta keluarga dan para sahabat semua. Dan segala puji milik Allah, Tuhan sekalian alam.
Selengkapnya...

Indahnya Do'a KamilinSocialTwist Tell-a-Friend

Syair - Syair Imam Syafi'i

Diposkan oleh Admin On 4:29 PM 0 komentar

TIPUAN PALSU

Aku melihat tipu muslihat dunia,
tatkala ia bertenggerdi atas kepala-kepala manusia,
dan membincangkan manusia-manusia yang terkena
tipunya.
Bagi mereka,
Orang sepertiku tampak amat tak berharga.
Aku disamakan olehnya,
dengan anak kecil yang sedang bermain di jalanan.


MENCINTAI AKHIRAT

Duhai orang yang senang memeluk dunia fana,
Yang tak kenal pagi dan sore dalam mencari dunia,
Hendaklah engkau tinggalkan pelukan mesramu,
kepada duniamu itu.
Karena kelak engkau akan berpelukan,
Dengan bidadari di surga.
Apabila engkau harap menjadi penghuni surga abadi,
maka hindarilah jalan menuju api neraka.


RENDAH HATI

Bagaimana mungkin kita dapat sampai ke Sa’ad,
Sementara di sekitarnya terdapat gunung-gunung
dan tebing-tebing.Padahal aku tak beralas kaki,
dan tak berkendaraan.
Tanganku pun kosong dan,
jalan ke sana amat mengerikan.


TENTANG CINTA

Engkau durhaka kepada Allah,
dan sekaligus menaruh cinta kepada-Nya.
Ini adalah suatu kemustahilan.
Apabila benar engkau mencintai-Nya,
pastilah engkau taati semua perintah-Nya.
Sesungguhnya orang menaruh cinta,
Tentulah bersedia mentaati perintah orang yang dicintainya.
Dia telah kirimkan nikmat-Nya kepadamu,
setiap saat dan tak ada rasa syukur,
yang engkau panjatkan kepada-Nya.

KEPUASAN (QANA'AH)
Aku melihat bahwa kepuasan itu pangkal kekayaan,
lalu kupegang erat-erat ujungnya.
Aku ingin menjadi orang kaya tanpa harta,
dan memerintah bak seorang raja.



ANUGRAH ALLAH

Aku melihat-Mu pada saat penciptaanku,
yang penuh dengan anugerah.
Engkaulah sumber satu-satunya,
pada saat penciptaanku.
Hidarkan aku dari anugerah yang buruk.
Karena sepotong kehidupan telah cukup bagiku,
hingga saat Engkau mematikanku.
Selengkapnya...

Syair - Syair Imam Syafi'iSocialTwist Tell-a-Friend

Ke mana-mana selalu menyebarkan salam. Selalu memakai baju bercorak gamis dan celana putih panjang ke bawah lutut, ciri-khas orang Arab. Jenggotnya dibiarkannya lebat dan terkesan menyeramkan. Slogannya pemberlakuan syariat Islam. Perjuangannya memberantas syirik, bid’ah, dan khurafat. Referensinya, al-Kitab dan Sunah yang sahih. Semuanya serba keren, valid, islami. Begitulah kira-kira penampilan kaum Wahabi. Sepintas dan secara lahiriah meyakinkan, mengagumkan.




Tapi jangan tertipu dulu dengan setiap penampilan keren. Kata pepatah jalanan, tidak sedikit di antara mereka yang memakai baju TNI, ternyata penipu, bukan tentara. Pada masa Rasulullah r, di antara tipologi kaum Khawarij yang benih-benihnya mulai muncul pada masa beliau, adalah ketekunan mereka dalam melakukan ibadah melebihi ibadah kebanyakan orang, sehingga beliau perlu memperingatkan para Sahabat t dengan bersabda, “Kalian akan merasa kecil, apabila membandingkan ibadah kalian dengan ibadah mereka.”



Demikian pula halnya dengan kaum Wahabi, yang terkadang memakai nama keren “kaum Salafi”. Apabila diamati, sekte yang didirikan oleh Muhammad bin Abdul Wahhab an-Najdi (1115-1206 H/1703-1791 M), sebagai kepanjangan dari pemikiran dan ideologi Ibnu Taimiyah al-Harrani (661-728 H/1263-1328 M), akan didapati sekian banyak kerapuhan dalam sekian banyak aspek keagamaan.







A. Sejarah Hitam



Sekte Wahabi, seperti biasanya sekte-sekte yang menyimpang dari manhaj Islam Ahlusunah wal Jamaah memiliki lembaran-lembaran hitam dalam sejarah. Kerapuhan sejarah ini setidaknya dapat dilihat dengan memperhatikan sepak terjang Wahabi pada awal kemunculannya. Di mana agresi dan aneksasi (pencaplokan) terhadap kota-kota Islam seperti Mekah, Madinah, Thaif, Riyadh, Jeddah, dan lain-lain, yang dilakukan Wahabi bersama bala tentara Amir Muhammad bin Saud, mereka anggap sebagai jihad fi sabilillah seperti halnya para Sahabat t menaklukkan Persia dan Romawi atau Sultan Muhammad al-Fatih menaklukkan Konstantinopel.



Selain menghalalkan darah kaum Muslimin yang tinggal di kota-kota Hijaz dan sekitarnya, kaum Wahabi juga menjarah harta benda mereka dan menganggapnya sebagai ghanîmah (hasil jarahan perang) yang posisinya sama dengan jarahan perang dari kaum kafir. Hal ini berangkat dari paradigma Wahabi yang mengkafirkan kaum Muslimin dan menghalalkan darah dan harta benda kaum Muslimin Ahlusunah wal Jamaah pengikut mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali yang tinggal di kota-kota itu. Lembaran hitam sejarah ini telah diabadikan dalam kitab asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhâb; ‘Aqîdatuhus-Salafiyyah wa Da’watuhul-Ishlâhiyyah karya Ahmad bin Hajar Al-Buthami (bukan Al-Haitami dan Al-‘Asqalani)–ulama Wahabi kontemporer dari Qatar–, dan dipengantari oleh Abdul Aziz bin Baz.







B. Kerapuhan Ideologi



Dalam akidah Ahlusunah wal Jamaah, berdasarkan firman Allah, “Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia (Allah)” (QS asy-Syura [42]: 11), dan dalil ‘aqli yang definitif, di antara sifat wajib bagi Allah adalah mukhâlafah lil-hawâdits, yaitu Allah berbeda dengan segala sesuatu yang baru (alam). Karenanya, Allah itu ada tanpa tempat dan tanpa arah. Dan Allah itu tidak duduk, tidak bersemayam di ‘Arasy, tidak memiliki organ tubuh dan sifat seperti manusia. Dan menurut ijmak ulama salaf Ahlusunah wal Jamaah, sebagaimana dikemukakan oleh al-Imam Abu Ja’far ath-Thahawi (227-321 H/767-933 M), dalam al-‘Aqîdah ath-Thahâwiyyah, orang yang menyifati Allah dengan sifat dan ciri khas manusia (seperti sifat duduk, bersemayam, bertempat, berarah, dan memiliki organ tubuh), adalah kafir. Hal ini berangkat dari sifat wajib Allah, mukhâlafah lil-hawâdits.



Sementara Wahabi mengalami kerapuhan fatal dalam hal ideologi. Mereka terjerumus dalam faham tajsîm (menganggap Allah memiliki anggota tubuh dan sifat seperti manusia) dan tasybîh (menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya). Padahal menurut al-Imam asy-Syafi’i (150-204 H/767-819 M) seperti diriwayatkan olah as-Suyuthi (849-910 H/1445-1505 M) dalam al-Asybâh wan-Nazhâ’ir, orang yang berfaham tajsîm, adalah kafir. Karena berarti penolakan dan pengingkaran terhadap firman Allah, “Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia (Allah).” (QS asy-Syura [42]: 11)







C. Kerapuhan Tradisi



Di antara ciri khas Ahlusunah wal Jamaah adalah mencintai, menghormati, dan mengagungkan Rasulullah r, para Sahabat t, ulama salaf yang saleh, dan generasi penerus mereka yang saleh seperti para habaib dan kiai yang diekspresikan dalam bentuk tradisi semisal tawasul, tabarruk, perayaan maulid, haul, dan lain-lain.



Sementara kaum Wahabi mengalami kerapuhan tradisi dalam beragama, dengan tidak mengagungkan Nabi r, yang diekspresikan dalam pengafiran tawasul dengan para nabi dan para wali. Padahal tawasul ini, sebagaimana terdapat dalam Hadis-Hadis sahih dan data-data kesejarahan yang mutawâtir, telah dilakukan oleh Nabi Adam u, para Sahabat t, dan ulama salaf yang saleh. Sehingga dengan pandangannya ini, Wahabi berarti telah mengafirkan Nabi Adam u, para Sahabat t, ahli Hadis, dan ulama salaf yang saleh yang menganjurkan tawasul.



Bahkan lebih jauh lagi, Nashiruddin al-Albani–ulama Wahabi kontemporer–sejak lama telah menyerukan pembongkaran al-qubbah al-khadhrâ’ (kubah hijau yang menaungi makam Rasulullah r) dan menyerukan pengeluaran jasad Nabi r dari dalam Masjid Nabawi, karena dianggapnya sebagai sumber kesyirikan. Al-Albani juga telah mengeluarkan fatwa yang mengafirkan al-Imam al-Bukhari, karena telah melakukan takwil dalam ash-Shahih-nya.



Demikian sekelumit dari ratusan kerapuhan ideologis Wahabi. Dari sini, kita perlu berhati-hati dengan karya-karya kaum Wahabi, sekte radikal yang lahir di Najd. Dalam Hadis riwayat al-Bukhari, Muslim, dan lain-lain, Nabi r bersabda, “Di Najd, akan muncul generasi pengikut Setan”. Menurut para ulama, maksud generasi pengikut Setan dalam Hadis ini adalah kaum Wahabi. Wallâhul-hâdî. [BS]


Oleh: Idrus Ramli*


*) penulis adalah alumnus Pondok Pesantren Sidogiri, tinggal di Jember
Selengkapnya...

Lembaran Hitam di Balik Penampilan Keren Kaum WahabiSocialTwist Tell-a-Friend

Ibnu Taimiyah Membungkam Wahhabi

Diposkan oleh Admin On 1:54 AM 0 komentar

Ibnu Taimiyah Membungkam Wahhabi

(Dengan Lampiran Scan Kitab Nya)

Ibnu Taimiyah Membungkam Wahhabi

Belakangan ini kata ’salaf’ semakin populer. Bermunculan pula kelompok yang mengusung nama salaf, salafi, salafuna, salaf shaleh dan derivatnya. Beberapa kelompok yang sebenarnya berbeda prinsip saling mengklaim bahwa dialah yang paling sempurna mengikuti jalan salaf. Runyamnya jika ternyata kelompok tersebut berbeda dengan generasi pendahulunya dalam banyak hal. Kenyataan ini tak jarang membuat umat islam bingung, terutama mereka yang masih awam. Lalu siapa pengikut salaf sebenarnya? Apakah kelompok yang konsisten menapak jejak salaf ataukah kelompok yang hanya menggunakan nama salafi?.

Tulisan ini mencoba menjawab kebingungan di atas dan menguak siapa pengikut salaf sebenarnya. Istilah salafi berasal dari kata salaf yang berarti terdahulu. Menurut ahlussunnah yang dimaksud salaf adalah para ulama’ empat madzhab dan ulama sebelumnya yang kapasitas ilmu dan amalnya tidak diragukan lagi dan mempunyai sanad (mata rantai keilmuan) sampai pada Nabi SAW. Namun belakangan muncul sekelompok orang yang melabeli diri dengan

nama salafi dan aktif memakai nama tersebut pada buku-bukunya.

Kelompok yang berslogan “kembali” pada Al Qur’an dan sunnah tersebut mengaku merujuk langsung kepada para sahabat yang hidup pada masa Nabi SAW, tanpa harus melewati para ulama empat madzhab. Bahkan menurut sebagian mereka, diharamkan mengikuti madzhab tertentu. Sebagaimana diungkapkan oleh Syekh Abdul Aziz bin Baz dalam salah satu majalah di Arab Saudi, dia juga menyatakan tidak mengikuti madzhab Imam Ahmad bin Hanbal.Pernyataan di atas menimbulkan pertanyaan besar di kalangan umat islamyang berpikir obyektif. Sebab dalam catatan sejarah, ulama-ulama besar pendahulu mereka adalah penganut madzhab Imam Ahmad bin Hanbal. Sebut saja Syekh Ibnu Taimiyah, Ibnul Qayyim, Ibnu Rajab, Ibnu Abdil Hadi, Ibnu Qatadah, kemudian juga menyusul setelahnya Al Zarkasyi, Mura’i, Ibnu Yusuf, Ibnu Habirah, Al Hajjawiy, Al Mardaway, Al Ba’ly, Al Buhti dan Ibnu Muflih. Serta yang terakhir Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab beserta anak-anaknya, juga mufti Muhammad bin Ibrahim, dan Ibnu Hamid. Semoga rahmat Allah atas mereka semua.

Ironis sekali memang, apakah berarti Imam Ahmad bin Hanbal dan para imam lainnya tidak berpegang teguh pada Al-Qur’an dan sunnah? Sehingga kelompok ini tidak perlu mengikuti para pendahulunya dalam bermadzhab?. Apabila mereka sudah mengesampingkan kewajiban bermadzhab dan tidak mengikuti para salafnya, layakkah mereka menyatakan dirinya salafy?

Aksi Manipulasi Mereka Terhadap Ilmu Pengetahuan

Belum lagi aksi manipulasi mereka terhadap ilmu pengetahuan. Mereka memalsukan sebagian dari kitab kitab karya ulama’ salaf. Sebagai contoh, kitab Al Adzkar karya Imam Nawawi cetakan Darul Huda, Riyadh, 1409 H, yang ditahqiq oleh Abdul Qadir Asy Syami. Pada halaman 295, pasal tentang ziarah ke makam Nabi SAW, dirubah judulnya menjadi pasal tentang ziarah ke masjid Nabi SAW. Beberapa baris di awal dan akhir pasal itu juga dihapus. Tak cukup itu, mereka juga dengan sengaja menghilangkan kisah tentang Al Utbiy yang diceritakan Imam Nawawi dalam kitab tersebut. Untuk diketahui, Al Utbiy (guru Imam Syafi’i) pernah menyaksikan seorang arab pedalaman berziarah dan bertawassul kepada Nabi SAW.

Kemudian Al Utbiy bermimpi bertemu Nabi SAW, dalam mimpinya Nabi menyuruh memberitahukan pada orang dusun tersebut bahwa ia diampuni Allah berkat ziarah dan tawassulnya. Imam Nawawi juga menceritakan kisah ini dalam kitab Majmu’ dan Mughni.

Pemalsuan juga mereka lakukan terhadap kitab Hasyiah Shawi atas Tafsir Jalalain dengan membuang bagian-bagian yang tidak cocok dengan pandangannya. Hal itu mereka lakukan pula terhadap kitab Hasyiah Ibn Abidin dalam madzhab Hanafi dengan menghilangkan pasal khusus yang menceritakan para wali, abdal dan orang-orang sholeh.

Ibnu Taymiyah Vs Wahhaby

Parahnya, kitab karya Ibnu Taimiyah yang dianggap sakral juga tak luput dari aksi mereka. Pada penerbitan terakhir kumpulan fatwa Syekh Ibnu Taimiyah, mereka membuang juz 10 yang berisi tentang ilmu suluk dan tasawwuf. (Alhamdulilah, penulis memiliki cetakan lama) Bukankah ini semua perbuatan dzalim? Mereka jelas-jelas melanggar hak cipta karya intelektual para pengarang dan melecehkan karya-karya monumental yang sangat bernilai dalam dunia islam. Lebih dari itu, tindakan ini juga merupakan pengaburan fakta dan ketidakjujuran terhadap dunia ilmu pengetahuan yang menjunjung tinggi sikap transparansi dan obyektivitas.

Mengikuti salaf?

Berikut ini beberapa hal yang berkaitan dengan masalah tasawwuf, maulid, talqin mayyit, ziarah dan lain-lain yang terdapat dalam kitab-kitab para ulama pendahulu wahhabi. Ironisnya, sikap mereka sekarang justru bertolak belakang dengan pendapat ulama mereka sendiri.

Pertama, tentang tasawuf.

Dalam kumpulan fatwa jilid 10 hal 507 Syekh Ibnu Taimiyah berkata, “Para imam sufi dan para syekh yang dulu dikenal luas, seperti Imam Juneid bin Muhammad beserta pengikutnya, Syekh Abdul Qadir al-Jailani serta lainnya, adalah orang-orang yang paling teguh dalam melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Allah. Syekh Abdul Qadir al-Jailani, kalam-kalamnya secara keseluruhan berisi anjuran untuk mengikuti ajaran syariat dan menjauhi larangan serta bersabar menerima takdir Allah.

Dalam “Madarijus salikin” hal. 307 jilid 2 Ibnul Qayyim Al-Jauziyah berkata, “Agama secara menyeluruh adalah akhlak, barang siapa melebihi dirimu dalam akhlak, berarti ia melebihi dirimu dalam agama. Demikian pula tasawuf, Imam al Kattani berkata, “Tasawwuf adalah akhlak, barangsiapa melebihi dirimu dalam akhlak berarti ia melebihi dirimu dalam tasawwuf.”

Muhammad bin Abdul Wahhab berkata dalam kitab Fatawa wa Rosail hal. 31 masalah kelima. “Ketahuilah -mudah-mudahan Allah memberimu petunjuk - Sesungguhnya Allah SWT mengutus Nabi Muhammad dengan petunjuk berupa ilmu yang bermanfaat dan agama yang benar berupa amal shaleh. Orang yang dinisbatkan kepada agama Islam, sebagian dari mereka ada yang memfokuskan diri pada ilmu dan fiqih dan sebagian lainnya memfokuskan diri pada ibadah dan mengharap akhirat seperti orang-orang sufi. Maka sebenarnya Allah telah mengutus Nabi-Nya dengan agama yang meliputi dua kategori ini (Fiqh dan tasawwuf)”. Demikianlah penegasan Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab bahwa ajaran tasawuf bersumber dari Nabi SAW.

Kedua, mengenai pembacaan maulid.

Dalam kitab Iqtidha’ Sirathil Mustaqim Ibnu Taimiyah berkata, “Adapun mengagungkan maulid dan menjadikannya acara rutinan, segolongan orang terkadang melakukannya. Mereka mendapat pahala yang besar karena tujuan baik dan pengagungannya terhadap Rasulullah SAW.”

Ketiga, tentang hadiah pahala

Ibnu Taimiyah menegaskan bahwa barang siapa mengingkari sampainya amalan orang hidup pada orang yang meninggal maka ia termasuk ahli bid’ah. Dalam Majmu’ fatawa juz 24 hal306 ia menyatakan, “Para imam telah sepakat bahwa mayit bisa mendapat manfaat dari hadiah pahala orang lain. Ini termasuk hal yang pasti diketahui dalam agama islam dan telah ditunjukkan dengan dalil kitab, sunnah dan ijma’ (konsensus ulama’). Barang siapa menentang hal tersebut maka ia termasuk ahli bid’ah”.

Lebih lanjut pada juz 24 hal 366 Ibnu Taimiyah menafsirkan firman Allah “dan bahwasanya seorang manusia tidak memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.” (QS an-Najm [53]: 39) ia menjelaskan, Allah tidak menyatakan bahwa seseorang tidak bisa mendapat manfaat dari orang lain, Namun Allah berfirman, seseorang

hanya berhak atas hasil usahanya sendiri. Sedangkan hasil usaha orang lain adalah hak orang lain. Namum demikian ia bisa memiliki harta orang lain apabila dihadiahkan kepadanya.

Begitu pula pahala, apabila dihadiahkan kepada si mayyit maka ia berhak menerimanya seperti dalam solat jenazah dan doa di kubur. Dengan demikian si mayit berhak atas pahala yang dihadiahkan oleh kaum muslimin, baik kerabat maupun orang lain”

Dalam kitab Ar-Ruh hal 153-186 Ibnul Qayyim membenarkan sampainya pahala kepada orang yang telah meninggal. Bahkan tak tangung-tanggung Ibnul Qayyim menerangkan secara panjang lebar sebanyak 33 halaman tentang hal tersebut.

Keempat, masalah talqin.

Dalam kumpulan fatwa juz 24 halaman 299 Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa sebagian sahabat Nabi SAW melaksanakan talqin mayit, seperti Abu Umamah Albahili, Watsilah bin al-Asqa’ dan

lainnya. Sebagian pengikut imam Ahmad menghukuminya sunnah. Yang benar, talqin hukumnya boleh dan bukan merupakan sunnah. (Ibnu Taimiyah tidak menyebutnya bid’ah)

Dalam kitab AhkamTamannil Maut Muhammad bin Abdul Wahhab juga meriwayatkan hadis tentang talqin dari Imam Thabrani dalam kitab Al Kabir dari Abu Umamah.

Kelima, tentang ziarah ke makam Nabi SAW.

Dalam qasidah Nuniyyah (bait ke 4058) Ibnul Qayyim menyatakan bahwa ziarah ke makam Nabi SAW adalah salah satu ibadah yang paling utama “Diantara amalan yang paling utama dalah ziarah ini. Kelak menghasilkan pahala melimpah di timbangan amal pada hari kiamat”.

Sebelumnya ia mengajarkan tata cara ziarah (bait ke 4046-4057). Diantaranya, peziarah hendaklah memulai dengan sholat dua rakaat di masjid Nabawi. Lalu memasuki makam dengan sikap penuh hormat dan takdzim, tertunduk diliputi kewibawaan sang Nabi. Bahkan ia

menggambarkan pengagungan tersebut dengan kalimat “Kita menuju makam Nabi SAW yang mulia sekalipun harus berjalan dengan kelopak mata (bait 4048).

Hal ini sangat kontradiksi dengan pemandangan sekarang. Suasana khusyu’ dan khidmat di makam Nabi SAW kini berubah menjadi seram. Orang-orang bayaran wahhabi dengan congkaknya membelakangi makam Nabi yang mulia. Mata mereka memelototi peziarah dan membentak-bentak mereka yang sedang bertawassul kepada beliau SAW dengan tuduhan syirik

dan bid’ah. Tidakkah mereka menghormati jasad makhluk termulia di semesta ini..? Tidakkah mereka ingat firman Allah “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari. “Sesungguhnya orang-orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah, mereka itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk bertakwa. Bagi mereka ampunan dan pahala yang besar” (QS Al Hujarat, 49: 2-3).

Data-data di atas adalah sekelumit dari hasil penelitian obyektif pada kitab-kitab mereka sendiri, sekedar wacana bagi siapa saja yang ingin mencari kebenaran. Mudah mudahan dengan mengetahui tulisan-tulisan pendahulunya, mereka lebih bersikap arif dan tidak arogan dalam

menilai kelompok lain. (Ibnu KhariQ)

Referensi

- Majmu’ fatawa Ibn Taimiyah

- Qasidah Nuniyyah karya Ibnul Qayyim Al-Jauziyah

- Iqtidha’ Shirathil Mustaqim karya Ibn Taimiyah cet. Darul Fikr

- Ar-Ruh karya Ibnul Qayyim Al-Jauziyah, cet I Darul Fikr 2003

- Ahkam Tamannil Maut karya Muhammad bin Abdul Wahhab, cet. Maktabah

Saudiyah Riyadh Nasihat li ikhwanina ulama Najd karya Yusuf Hasyim

Ar-Rifa’i

Diambil dari rubrik Ibrah, Majalah Dakwah Cahaya Nabawiy Edisi 60 Th. IV Rabi’ul Awwal 1429 H / April 2008 M

Lampiran-lampiran :
Lampiran ini ada 7 bagian :
1. Bukti wahaby ubah dan palsukan kitab ulama
2. Bukti wahaby palsukan kitab al-adzkar imam nawawi
3. Ibnu taymiyah : hadiah dzikir dan bacaan alqur'an pada mayyit sampai
4. Pemalsuan diwan syafei oleh website wahaby (almeyskat .com)
5. Ibnu taymiyah bertobat dari aqidah tajsim
6. Ibnu taymiyah Galakkan amalan maulid Nabi

7. Ibnu Taymiyah Fatwakan Khamr Najis
8. Ibnu taymiyah galakan talkin mayyit


Selengkapnya...

Ibnu Taimiyah Membungkam WahhabiSocialTwist Tell-a-Friend

Qobliyah Jum'at

Diposkan oleh Admin On 1:16 AM 0 komentar


glitter-graphics.com




Sholat Sunnah Qobliyah Jum'at atau sholat sunnah yang dilakukan sebelum melaksanakan Sholat Jum'at, ada di masyarakat kita yang malakukan sholat sunnah ini, dan ada pula yang menganggapnya sebagai bid'ah dholalah yang tidak ada dasar hukumnya, dengan kata lain tidak di syari'atkannya sholat sebelum sholat jum'at.

Untuk melakukan suatu ibadah memang semestinya kita mengetahui ilmunya, jika belum tahu maka berhati-hati, demikian pula untuk memberikan fonis bid'ah, atau tidak ada syari'atnya maka hendaknya kita telusuri terlebih dahulu, jika kita memang belum mengetahui hukumnya dan ragu melaksanakannya, baik pula kita tidak usah melakukan dan tanpa mengeluarkan perkataan yang mengandung profokatif seperti bid'ah, tidak ada syari'atnya dll, sehingga membuat orang yang melakukannya menjadi ragu, ya kalau perkataan (tuduhan bid'ah) kita benar, maka kita mencegah hal yg bid'ah, tapi kalau tuduhan kita salah, maka kita telah menyebarkan bid'ah baru yang berupa fonis bid'ah pada sesuatu yg dibolehkan oleh syari'at. dan hendaknya kita berbaik sangka kepada para ulama', masa iya hal bid'ah bisa lolos dari pandangan para ulama' muktabar sampai pada zaman kita, sementara kita yang baru belajar ilmu agama kemaren sore saja bisa menemukan? tidakkah kita akan menjadi pahlawan kesiangan kalau tujuan kita membrantas bid'ah, tenyata sebaliknya?

Permasalahan Umum sholat Qobliyah Jum'at

Menurut imam malik dan sebagian pengikut imam ahmad bin hambal tidak dianjurkannya sholat qobliyah jum'at ini, tetapi belum kami temukan perkataan bid'ah dari imam besar tersebut, sementara dari dari pendapat Madzhab Syafi'ie, Hanafi dan Hambali pada prinsipnya menganjurkan, dengan berdasar pada Dalil2:
Dari Abdullah bin Mughaffal Radhiallahu ‘Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:“Antara dua adzan itu ada shalat sunnah! Antara dua adzan itu ada shalat sunnah!.” Ketika beliau bersabda ketiga kalinya, maka sabdanya diteruskan dengan, “bagi siapa saja yang menghendakinya.”(HR. Bukhori Muslim)
(Dalam hadits ini disebutkan adzanaini (dua adzan) ibnu hajar Al Atsqolani menjelaskan yg dimaksud adalah Adzan dan Iqomah:fathul baari 2/431 demikian pula An-Nawi dlm syarah Muslimnya 3/190)

Hadits ini adalah umum untuk melaksanakan sholat sunnah setiap ada adzan dan iqomah, jika sholat jum'at terdapat adzan dan iqomah maka tidak ada pada sholat jum'at termasuk didalamnya, berdasar atas keumuman hadits di atas, kecuali jika ada dalil yg menerangkan pengecualiannya sbagai takhsish (pengkhususan)

Dari Abdullah bin Zubeir bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Tiada satu shalat fardu pun, melainkan pasti sebelumnya ada dua rakaat sunah.” (HR. Shahih Ibnu Hibban, Juz. 10, hal. 385)

Hadts ini juga menunjukkan keumuman, semua sholat fardu memiliki sholat sunnah qobliyah, jika sholat jum'at termasuk dalam sholat fardhu maka jelaslah bahwa sholat jum'at termasuk dalam hadits di atas, kecuali ada pengecualian dari hadits yang menerangkan kekhususan sholat jum'at tidak terdapatkannya sholat qobliyah jum'at dari nash Hadits ataupun qur'an.

Kedua hadits di atas kami cantumkan pula didalam pembahasan sholat Rawatib sebagai landasan bahwa seluruh sholat wajib yang 5 waktu, memiliki sholat qobliyah, berdasarkan keumuman hadits, walaupun kesunnahannya ada yg ghoiru mu'akkadah. dan ketika di topang dengan dalil nash lain maka bisa menjadi mu'akkadah.

Pembahasan secara terperinci dengan dalil yang khusus
1. “Dari Ibnu Umar Ra. Bahwasanya ia senantiasa memanjangkan shalat qabliyah jum’at. Dan ia juga melakukan shalat ba’diyyah jumat dua rekaat. Ia menceritakan bahwasanya Rasulullah SAW senantiasa melakukan hal demikian”. (HR. Abu Dawud dlm Nailul authar III/313).

Penilaian para muhadditsin terhadap hadist ini adalah :

Berkata Imam Syaukani: “Menurut Hafiz al-iraqi, hadits Ibnu umar itu isnadnya Sahih”.

Hafiz Ibnu Mulqin dalam kitabnya yang berjudul Ar-risalah berkata :”Isnadnya sahih tanpa ada keraguan”.

Imam Nawawi dalam Al-Khulashah mengatakan : ‘Hadits tersebut shohih menurut persyaratan Imam Bukhori. Juga telah dikeluarkan oleh Ibnu Hibban dalam shohihnya’.


2. “Dari Abu Hurairah dan Abu Sufyan dari Jabir, keduanya berkata : Telah dating Sulaik al-Ghathfani ketika rasulullah tengah berkhutbah. Lalu Nabi bertanya kepadanya : “Apakah engkau sudah shalat dua rekaat sebelum dating kesini?” Dia mejawab : Belum. Nabi Saw. Bersabda: “Shalatlah kamu dua rekaat dan ringkaskanlah shalatmu” (HR. Ibnu Majah Dlm Nailul Authar III/318).

Syeikh Umairoh berkata: Andai ada orang yang mengatakan bahwa yang disabdakan oleh Nabi itu mungkin sholat tahiyyatul masjid, maka dapat dijawab “Tidak Mungkin”. Sebab shalat tahiyyatul masjid tidak dapat dilaku- kan diluar masjid, sedangkan nabi saw. (waktu itu) bertanya; Apakah engkau sudah sholat sebelum (dirumahnya) datang ke sini ? (Al-Qalyubi wa Umairoh 1/212).

Begitu juga Imam Syaukani ketika mengomentari hadits riwayat Ibnu Majah tersebut mengatakan dengan tegas : Sabda Nabi saw. ‘sebelum engkau datang kesini’ menunjukkan bahwa sholat dua raka’at itu adalah sunnah qabliyyah jum’at dan bukan sholat sunnah tahiyyatul masjid“.(Nailul Authar III/318)

Mengenai derajat hadits riwayat Ibnu Majah itu Imam Syaukani berkata ; ‘Hadits Ibnu Majah ini perawi-perawinya adalah orang kepercayaan’. Begitu juga Hafidz al-Iraqi berkata: ‘Hadits Ibnu Majah ini adalah hadits shohih’.


3. Perbuatan Nabi yang disaksikan oleh Ali Bin Abi Tholib yang berkata “Nabi telah melakukan sholat sunnah empat rakaat sebelum dan setelah sholat jumu’at dengan salam di akhir rakaat ke empat” (HR.Thabrani dalam kitab Al-Ausath dari riwayat Imam Ali Bin Abi Tholib).


4. "Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud bahwasanya beliau melakukan shalat sunnah qabliyah jum’at sebanyak empat raka’at dan sholat ba’diyah (setelah) jum’at sebanyak empat raka’at pula”.

Abdullah bin Mas’ud merupakan sahabat Nabi saw. yang utama dan tertua, dipercayai oleh Nabi sebagai pembawa amanah sehingga beliau selalu dekat dengan nabi saw. Beliau wafat pada tahun 32 H. Kalau seorang sahabat Nabi yang utama dan selalu dekat dengan beliau saw. mengamal- kan suatu ibadah, maka tentu ibadahnya itu diambil dari sunnah Nabi saw.

Penulis kitab Hujjatu Ahlis Sunnah Wal-Jama’ah setelah mengutip riwayat Abdullah bin Mas’ud tersebut mengatakan: “Secara dhohir (lahiriyah) apa yang dilakukan oleh Abdullah bin Mas’ud itu adalah berdasarkan petunjuk langsung dari Nabi Muhammad saw.”

Dalam kitab Sunan Turmudzi itu dikatakan pula bahwa Imam Sufyan ats-Tsauri dan Ibnul Mubarak beramal sebagaimana yang diamalkan oleh Abdullah bin Mas’ud ( Al-Majmu’ 1V/10).

Pendapat Sebagian Ulama :

“Shalat jum’at itu sama dengan shalat Dhuhur dalam perkara yang disunnahkan untuknya. Maka disunnahkan sebelum jum’at itu empat raka’at dan sesudahnya juga empat raka’at”.(Hasyiah Al-Bajuri 1/137 hal senada dalam Iqna’ oleh Syeikh Khatib Syarbini 1/99 dan Imam Nawawi dalam Minhajut Thalibin )

“Disunnahkan shalat sebelum dan sesudah jum’at. Minimalnya adalah dua raka’at qabliyyah dan dua raka’at ba’diyyah (setelah sholat jum’at). Dan yang lebih sempurna adalah empat raka’at qabliyyah dan empat raka’at ba’diyyah’. (Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ Syarah Muhazzab 1V/9)

Wallahu a'lamu bishowab.


Komarudin Evendi
Selengkapnya...

Qobliyah Jum'atSocialTwist Tell-a-Friend

Menurunnya minat mahasiswa IAIN atau UIN mempelajari studi Islam disebabkan liberalisasi. IAIN harus kembali ke Al-Quran dan Sunnah

Direktur INSIST, Hamid Fahmy Zarkasy, Ph.D mengatakan, setidaknya ada dua

faktor yang menyebabkanya menurunnya minat mahasiswa IAIN/UIN terhadap studi Islam. Pertama, orientasi masyarakat dan kedua pihak IAIN sendiri.

Pernyataannya tersebut disampaikan berkaitan fenomena Salah satu kampus UINmenurunnya minat mahasiswa dalam mempelajari studi Islam pada Institut Agama Islam Negeri (IAIN) atau kini banyak berganti nama menjadi UIN. Fenomena ini disampaikan Prof. Nanat Fatah, Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung baru-baru ini, yang mengatakan, beberapa prodi agama telah mengalami sepi peminat.

“Ada beberapa prodi agama yang mengalami penurunan signifikan, bahkan ada prodi yang mendaftar cuma 3 orang,” ujarnya beberapa waktu lalu.

Menurut Hamid yang alumnus IIUM-ISTAC Malaysia, pada faktor orientasi, berupa kecenderungan masyarakat yang sudah berfikir pragmatis dan berorientasi ke dunia kerja. Sedangkan IAIN, selama ini imej yang berkembang hanya mencetak sarjana kiai dan ulama. “Dan hal tersebut tidak marketable,” jelasnya.

Sementara IAIN sendiri tidak mampu berjalan sesuai mindstream awal. Sebagaimana diketahui masyarakat, IAIN merupakan wadah pencetak kiai dan ulama, namun hal itu belum sepenuhnya terwujud. Tidak hanya itu, IAIN juga selama ini disinyalir kerap melakukan liberalisasi terhadap para mahasiswanya., sehingga bukannya menjadi ulama atau kiai, malah menjadi liberal. Dan hal tersebut yang selama ini disayangkan oleh masyarakat.

“Masyarakat sekarang mulai alergi dengan IAIN sehingga jarang mau menguliahkan anak-anak mereka ke lembaga pendidikan tersebut,” terangnya.

Di sisi lain, dengan maraknya gerakan sepilisasi (sekularisme, pluralisme, dan liberalisme) di kampus, masyarakat tidak lagi memandang IAIN sebagai institusi yang melahirkan ulama penyelamat umat. Dengan pola pikir ini, para intelektual muslim IAIN, telah menghilangkan fungsi Islam yang bisa menjadi solusi problematika zaman. Padahal, masyarakat ingin Islam dihadirkan oleh para cendekiawan tersebut sebagai solusi keumatan yang kompleks. “Selama ini tokoh figur IAIN, jika mencurahkan ide dan gagasannya di media, baik elektronik dan cetak, selalu membuat sesak dada masyarakat.”

Hamid menyarankan, IAIN harus segera meredisain kurikulum yang sesuai dengan Al-Quran dan Sunnah. Di samping itu, IAIN jangan sampai terkontaminasi oleh pemikiran-pemikiran liberal.

Begitu juga dengan adanya prodi umum dan agama, menurut ia, kurang efektif. Sebab, dengan mengadakan prodi umum, tanpa mengadakan “islamisasi” terlebih dahulu maka hasilnya setali tiga uang. Mahasiswa akan lebih memilih prodi umum yang berada di PT negeri atau swasta lainnya yang lebih bonafide dan menjanjikan.

Namun, beda halnya jika prodi umum tersebut diberi label Islam yang sesuai dengan epistemology Islam, seperti ekonomi Islam, politik Islam, komputer sains, dengan tambahan digitalisasi kitab-kitab turats dengan demikian, dapat membangun epistemologi Islam lebih terhormat.


[ans/www.hidayatullah.com]

Selengkapnya...

Karena Paham Liberal, Minat Studi Islam di IAIN MenurunSocialTwist Tell-a-Friend

Pada bulan Robiul awal junjungan kita nabi besar Muhammad SAW dilahirkan, tepatnya menurut riwayat yang tsiqqoh dilahirkan pada bulan 12 robu'ul awwal. tentunya tahun Hijriah belum dimulai, karena tahun hijriah dimulai dari Rosulullah hijrah.

Pada saat kelahiran Rosulullah SAW, makkah diserbu oleh pasukan bergajah yg dipimpin oleh raja abrahah salah satu penguasa di daerah yaman, dan pada saat itu Allah memulyakan kelahiran Rosulullah SAW dengan mengirimkan pasukan burung ababil untuk menghalau pasukan bergajah yang bertujuan ingin meruntuhkan ka'bah baitullah.

Dilain itu pada saat kelahiran Rosulullah, api yang disembah oleh para penyembah api yang telah menyala beribu tahun lamanya tanpa pernah padam, dipadamkan oleh Allah, itu juga menurut para ulama adalah tanda memulyakan kelaliran Sang Nabi Sallahu alaihi wasallam.

Rosulullah dilahirkan dalam keadaan yatim, karena ayahnya meninggal dunia saat 7 bulan sebelum kelahiran Rosulullah, dan pada saat kelahiran Rosulullah Abu Lahab mendapatkan kabar dari budaknya Sumayyah yang berlari-lari memberi kabar "aminah telah melahirkan seorang putra" sepontan Abu Lahab mendengar kabar gembira itu langsung berseri-seri dan bahagia, dan pada saat itu pula sang budak dibebaskan sehingga merdekalah sumayyah, yang selanjutnya terdapat riwayat bahwa pada setiap hari senin Abu Lahab yg pada masa hidupnya menjadi musuh rosulullah, setelah meninggal Abu Lahab mendapatkan kesengsaraan sepanjang harinya kecuali pada hari senin, karna dia pernah bergembira dan membebaskan budak pada hari senin yaitu hari kelahiran Baginda Rosulullah SAW.

Diriwayatkan bahwa Abbas bin Abdulmuttalib melihat Abu Lahab dalam mimpinya, dan Abbas bertanya padanya : “bagaimana keadaanmu?”, abu lahab menjawab : “di neraka, Cuma diringankan siksaku setiap senin karena aku membebaskan budakku Tsuwaibah karena gembiraku atas kelahiran Rasul saw” (Shahih Bukhari hadits no.4813, Sunan Imam Baihaqi Alkubra hadits no.13701, syi’bul iman no.281, fathul baari Almasyhur juz 11 hal 431).

Rosulullah juga memperhatikan hari kelahirannya dan melakukan ibadah untuk menunjukkan rasa syukur beliau kepada Allah, Rasulullah pernah ditanya tentang puasa di hari senin, beliau menjawab bahwa hari itu adalah hari dimana beliau di lahirkan, riwayat ini terdapat di dalam kitab ahmad sebagai sbb.

Rasulullah SAWditanya tentang puasa hari Senin. Beliau menjawab, "Itu hari kelahiranku dan diturunkan wahyu." (HR Muslim dan Ahmad)

Ketika beliau saw ditanya mengenai puasa di hari senin, beliau saw menjawab : “Itu adalah hari kelahiranku, dan hari aku dibangkitkan” (Shahih Muslim hadits no.1162)

Memulyakan kelahiran dan bersyukur banyak sekali caranya, ada yg dengan puasa ada yang dengan shodaqoh dan saling kasih menyayangi satu sama lain, dalam al-qur'anulkariem, Allah memulyakan pula kelahiran Rosulullah SAW dan beberapa RosulNYA dengan ditandai dengan kejadian atau peristiwa tertentu, sedangkan kita memulyakan kelahiran rasulullah dengan cara kita, selama cara memulyakan tersebut tidak melanggar syari'at islam yang diajarkan oleh baginda Rosulullah. Orang non muslim berpesta ulang tahun atau hari raya yg lain dengan minuman keras, atau hura-hura maka hal tersebut bertentangan dengan syari'at, sementara kaum muslimin merayakan dengan dzikir, membaca sholawat, shodakoh, ta'lim dan pengajian, tabligh akbar, maka hal itu adalah hal yang mulya :

Allah merayakan hari kelahiran para Nabi Nya
• Firman Allah : “(Isa berkata dari dalam perut ibunya) Salam sejahtera atasku, di hari kelahiranku, dan hari aku wafat, dan hari aku dibangkitkan” (QS Maryam 33)
• Firman Allah : “Salam Sejahtera dari kami (untuk Yahya as) dihari kelahirannya, dan hari wafatnya dan hari ia dibangkitkan” (QS Maryam 15)

• Rasul saw lahir dengan keadaan sudah dikhitan (Almustadrak ala shahihain hadits no.4177)
• Berkata Utsman bin Abil Ash Asstaqafiy dari ibunya yg menjadi pembantunya Aminah ra bunda Nabi saw, ketika Bunda Nabi saw mulai saat saat melahirkan, ia (ibu utsman) melihat bintang bintang mendekat hingga ia takut berjatuhan diatas kepalanya, lalu ia melihat cahaya terang benderang keluar dari Bunda Nabi saw hingga membuat terang benderangnya kamar dan rumah (Fathul Bari Almasyhur juz 6 hal 583)
• Ketika Rasul saw lahir kemuka bumi beliau langsung bersujud (Sirah Ibn Hisyam)
• Riwayat shahih oleh Ibn Hibban dan Hakim bahwa Ibunda Nabi saw saat melahirkan Nabi saw melihat cahaya yg terang benderang hingga pandangannya menembus dan melihat Istana Istana Romawi (Fathul Bari Almasyhur juz 6 hal 583)
• Malam kelahiran Rasul saw itu runtuh singgasana Kaisar Kisra, dan runtuh pula 14 buah jendela besar di Istana Kisra, dan Padamnya Api di Kekaisaran Persia yg 1000 tahun tak pernah padam. (Fathul Bari Almasyhur juz 6 hal 583)

Pendapat para ulama'

Tersebut di dalam kitab I’anathuth Tholibin oleh Sayyidisy-Syaikh Abu Bakar Syatha ad-Dimyathi:-
Telah berkata Imam Hasan al-Bashri (Wafat 116H, pernah bertemu dengan lebihkurang 100 orang shahabat): “Aku kasih jika ada bagiku seumpama gunung Uhud emas untuk kunafkahkan atas pembacaan mawlid ar-Rasul”.

Al-Imam al-Hujjah al-Hafiz as-Suyuthi:
Di dalam kitab beliau, al-Hawi lil Fatawa, beliau telah meletakkan satu bab yang dinamakan Husnul Maqsad fi 'Amalil Maulid, halaman 189, beliau mengatakan: Telah ditanya tentang amalan Maulid Nabi SAW pada bulan Rabiul Awal, apakah hukumnya dari sudut syara'? Adakah ia dipuji atau dicela? Adakah pelakunya diberikan pahala atau tidak?
Dan jawapannya di sisiku: Bahawasanya asal kepada perbuatan maulid, iaitu mengadakan perhimpunan orangramai, membaca al-Quran, sirah Nabi dan kisah-kisah yang berlaku pada saat kelahiran baginda dari tanda-tanda kenabian, dan dihidangkan jamuan, dan bersurai tanpa apa-apa tambahan daripadanya, ia merupakan bid'ah yang hasanah yang diberikan pahala siapa yang melakukannya kerana padanya mengagungkan kemuliaan Nab SAW dan menzahirkan rasa kegembiraan dengan kelahiran baginda yang mulia.

Syeikhul Islam wa Imamussyurraah al-Hafiz Ibn Hajar al-‘Asqalani:
Berkata al-Hafiz as-Suyuthi dalam kitab yang disebutkan tadi: Syeikhul Islam Hafizul 'Asr Abulfadhl Ibn Hajar telah ditanya tentang amal maulid, dan telah dijawab begini: "Asal amal maulid (mengikut cara yang dilakukan pada zaman ini) adalah bid'ah yang tidak dinaqalkan dari salafussoleh dari 3 kurun (yang awal), walaubagaimanapun ia mengandungi kebaikan serta sebaliknya. Maka sesiapa yang melakukan padanya kebaikan dan menjauhi yang buruk, ia merupakan bid'ah yang hasanah.

Telah jelas bagiku pengeluaran hukum ini dari asal yang tsabit iaitu apa yang tsabit dalam shahihain (shahih al-Bukhari dan shahih Muslim) bahawa Nabi SAW ketika tiba di Madinah mendapati orang Yahudi berpuasa Asyura', lalu baginda bertanya kepada mereka (sebabnya). Mereka menjawab: Ia merupakan hari ditenggelamkan Allah Fir'aun dan diselamatkan Musa, maka kami berpuasa kerana bersyukur kepada Allah. Maka diambil pengajaran darinya melakukan kesyukuran kepada Allah atas apa yang Dia kurniakan pada hari tertentu, samada cucuran nikmat atau mengangkat kesusahan."

Seterusnya beliau berkata lagi: Dan apakah nikmat yang lebih agung dari nikmat diutuskan Nabi ini SAW, Nabi Yang Membawa Rahmat, pada hari tersebut? Dan ini adalah asal kepada amalan tersebut. Manakala apa yang dilakukan padanya, maka seharusnya berlegar pada apa yang difahami sebagai bentuk kesyukuran kepada Allah Ta'ala samada tilawah, memberi makan, sedekah, membacakan puji-pujian kepada Nabi, penggerak hati atau apa sahaja bentuk kebaikan dan amal untuk akhirat."

Telah jelas dan kuat riwayat yg sampai padaku dari shahihain bahwa Nabi saw datang ke Madinah dan bertemu dengan Yahudi yg berpuasa hari asyura (10 Muharram), maka Rasul saw bertanya maka mereka berkata : “hari ini hari ditenggelamkannya Fir’aun dan Allah menyelamatkan Musa, maka kami berpuasa sebagai tanda syukur pada Allah swt, maka bersabda Rasul saw : “kita lebih berhak atas Musa as dari kalian”, maka diambillah darinya perbuatan bersyukur atas anugerah yg diberikan pada suatu hari tertentu setiap tahunnya, dan syukur kepada Allah bisa didapatkan dg pelbagai cara, seperti sujud syukur, puasa, shadaqah, membaca Alqur’an, maka nikmat apalagi yg melebihi kebangkitan Nabi ini?, telah berfirman Allah swt “SUNGGUH ALLAH TELAH MEMBERIKAN ANUGERAH PADA ORANG ORANG MUKMININ KETIKA DIBANGKITKANNYA RASUL DARI MEREKA” (QS Al Imran 164)

Pendapat Imam Al Hafidh Jalaluddin Assuyuthi rahimahullah :
Telah jelas padaku bahwa telah muncul riwayat Baihaqi bahwa Rasul saw ber akikah untuk dirinya setelah beliau saw menjadi Nabi (Ahaditsulmukhtarah hadis no.1832 dg sanad shahih dan Sunan Imam Baihaqi Alkubra Juz 9 hal.300), dan telah diriwayatkan bahwa telah ber Akikah untuknya kakeknya Abdulmuttalib saat usia beliau saw 7 tahun, dan akikah tak mungkin diperbuat dua kali, maka jelaslah bahwa akikah beliau saw yg kedua atas dirinya adalah sebagai tanda syukur beliau saw kepada Allah swt yg telah membangkitkan beliau saw sebagai Rahmatan lil’aalamiin dan membawa Syariah utk ummatnya, maka sebaiknya bagi kita juga untuk menunjukkan tasyakkuran dengan Maulid beliau saw dengan mengumpulkan teman teman dan saudara saudara, menjamu dg makanan makanan dan yg serupa itu untuk mendekatkan diri kepada Allah dan kebahagiaan. bahkan Imam Assuyuthiy mengarang sebuah buku khusus mengenai perayaan maulid dengan nama : “Husnulmaqshad fii ‘amalilmaulid”.

Pendapat Imam Al hafidh Abu Syaamah rahimahullah (Guru imam Nawawi) :

Merupakan Bid’ah hasanah yg mulia dizaman kita ini adalah perbuatan yg diperbuat setiap tahunnya di hari kelahiran Rasul saw dengan banyak bersedekah, dan kegembiraan, menjamu para fuqara, seraya menjadikan hal itu memuliakan Rasul saw dan membangkitkan rasa cinta pada beliau saw, dan bersyukur kepada Allah dg kelahiran Nabi saw.

Menurut Yusuf Qaradhawi: perayaan Maulid Nabi saw tidak termasuk dalam kategori bid'ah. beliau melandaskan "Mengingat nikmat Allah adalah sesuatu yang disyariatkan, terpuji dan memang diperintahkan. Allah swt memerintahkan kita untuk mengingat nikmat Allah swt, " ujar Qaradhawi. "Menganggap peringatan Maulid adalah bid'ah dan semua bid'ah itu sesat dan tempatnya di neraka, itu tidak benar sama sekali. Yang kita tolak adalah mencampur peringatan itu dengan berbagai penyimpangan syariah Islam dan melakukan sesuatu yang tidak diberi kekuasaan apapun oleh Allah swt seperti yang terjadi di sebagian tempat, " kata Qaradhawi.

Dan masih banyak lagi pendapat para ulama yang lainnya

Bolehkah merayakan maulid dengan bersholawat, membaca syair di masjid?

Rasulullah saw memperbolehkan Syair pujian di masjid
Hassan bin Tsabit ra membaca syair di Masjid Nabawiy yg lalu ditegur oleh Umar ra, lalu Hassan berkata : “aku sudah baca syair nasyidah disini dihadapan orang yg lebih mulia dari engkau wahai Umar (yaitu Nabi saw), lalu Hassan berpaling pada Abu Hurairah ra dan berkata : “bukankah kau dengar Rasul saw menjawab syairku dg doa : wahai Allah bantulah ia dengan ruhulqudus?, maka Abu Hurairah ra berkata : “betul” (shahih Bukhari hadits no.3040, Shahih Muslim hadits no.2485)

oleh Aisyah ra bahwa ketika ada beberapa sahabat yg mengecam Hassan bin Tsabit ra maka Aisyah ra berkata : “Jangan kalian caci hassan, sungguh ia itu selalu membanggakan Rasulullah saw”(Musnad Abu Ya’la Juz 8 hal 337). Sebagaimana dijelaskan bahwa Rasul saw mendirikan mimbar khusus untuk hassan bin tsabit di masjid agar ia berdiri untuk melantunkan syair syairnya (Mustadrak ala shahihain hadits no.6058, sunan Attirmidzi hadits no.2846)

Berkata Abbas bin Abdulmuttalib ra : “Izinkan aku memujimu wahai Rasulullah..” maka Rasul saw menjawab: “silahkan..,maka Allah akan membuat bibirmu terjaga”, maka Abbas ra memuji dg syair yg panjang, diantaranya : “… dan engkau (wahai nabi saw) saat hari kelahiranmu maka terbitlah cahaya dibumi hingga terang benderang, dan langit bercahaya dengan cahayamu, dan kami kini dalam naungan cahaya itu dan dalam tuntunan kemuliaan (Al Qur’an) kami terus mendalaminya” (Mustadrak ‘ala shahihain hadits no.5417)

Adapun ada sebagian yg begitu alergi dengan perayaan Maulid Nabi, karena mereka menganggap bahwa hal tersebut adalah bid'ah dan mereka mengambil satu-satunya dalil bahwa semua bid'ah adalah sesat dan dinerakalah tempatnya, walaupun banyak ulama' ahlussunnah yg menerangkan ada bid'ah hasanah dan ada bid'ah dholalah tetapi mereka tetap tidak mau menerimanya, intinya antara ulama yg membagi bid'ah menjadi dua hasanah dan dholalah memahami hadits "semua bid'ah adalah sesat" dengan methode Al-ammul mahsus, yaitu dalil umum tetapi ada yg dikecualikan, dan begitu banyak dalil serupa dalam al-qur'an dah hadits.

Untuk amannya bagi penulis adalah mengikuti ahlussunah wal Al-jama'ah, mereka berpegang pada sunnah nabi dan Jama'ah, tidak usah memisahkan diri dari mayoritas umat islam yg diikuti dari zaman dulu hingga sekarang kemudian nanti insya Allah. Bukankah mereka yg melaksanakan Maulid nabi berdasar dalil Naqli yg shohih dan dalil Aqli? jika anda tidak setuju dan tidak mau merayakan itu terserah anda, tetapi jika anda menentangnya dengan melontarkan penghinaan dan menghalangi para pelakunya dengan mengatakan sesat, bid'ah dll. Maka anda akan berhadapan dengan ulama' yang membolehkan dan memfatwakan boleh di akhirat nanti.

Wallahu 'alamu bi showab.
Selengkapnya...

Maulid Nabi Muhammad SAW dan pertentangannyaSocialTwist Tell-a-Friend

Syeik Nawawi Al-Bantani & Maulid

Diposkan oleh Admin On 6:23 PM 0 komentar




“Orang yang mengagungkan maulidku, maka dia bersamaku di surga”

“Orang yang menafkahkan satu dirham untuk kepentingan maulidku, maka seperti menafkahkan sebuah gunung yang terbuat dari emas di jalan Allah.”

Abu Bakar Ash-Shiddiq pernah menyebutkan berkata:
“Orang yang menafkahkan satu dirham untuk kepentingan maulid Nabi SAW, maka dia akan menjadi temanku di dalam surga.”

Umar bin Al-Khattab juga telah berkata:
“Orang yang mengagungkan maulid nabi SAW maka dia berarti telah menghidupkan agama Islam.”

Utsman bin Affan berkata:
“Orang yang menafkahkan satu dirham untuk bacaan maulid nabi SAW, maka seolah-olah dia ikut dalam Perang Badar dan Hunain.”

Ali bin Abi Thalib berkata:
“Orang yang mengagungkan maulid Nabi SAW tidak akan keluar dari dunia ini kecuali dengan iman.”

Al-Imam Asy-Syafi’i berkata:
“Orang yang mengumpulkan saudaranya di saat maulid Nabi SAW, lalu menghidangkan untuk mereka makanan, serta berbuat ihsan, maka Allah akan bangkitkan dirinya di hari kiamat bersama para shiddiqin, syuhada’, shalihin dan berada dalam surga An-Na’im.”

Al-Imam As-Sirri As-Saqti berkata:
“Siapa yang mendatangi tempat dibacakannya maulid Nabi SAW, maka dia akan diberi taman di surga. Karena dia tidak mendatanginya kecuali karena cinta kepada Nabi SAW. Sedangkan Nabi SAW bersabda, “Orang yang cinta padaku maka dia akan bersamaku di surga.”

Hadits-hadits dan perkataan para shahabat serta para ulama di atas dapat ditemukan dalam kitab Madarijush-Shu’ud, yang menjadi kitab syarah atau penjelasan dari kitab Al-Maulid An-Nabawi karya Al-Imam Al-’Arif As-Sayyid Ja’far, atau yang lebih dikenal dengan Syeikh Al-Barzanji. Penulis kitab Madarijush Shu’ud adalah tokoh besar, bahkan beliau tinggal di Makkah, namun asalnya dari negeri kita. Beliau adalah Syeikh Nawawi Al-Bantani.

Di dalam kitab susunan beliau itulah kita dapat menemukan hadits nabi atau perkataan para shahabat nabi, juga perkataan para ulama tadi mengenai keutamaan merayakan maulidur Rasul.

Semua lafadz itu mungkin tidak dilengkapi sumber rujukan, perawi, ataupun sanad. Sehingga para kritikus hadits tidak bisa melacaknya di kitab-kitab rijalul hadits, atau di kitab lainnya. Namun, hal itu tidak menjadi soal. Karena di zaman beliau, banyak kitab yang ketika mengutip hadits itu tidak disertakan sanadnya. Karena hadits tersebut memang telah dikenal luas saat itu. Bahkan di zaman sekarang pun banyak buku-buku yang mengutip hadits tanpa sanad dan perawi, hanya dituliskan dalam kurung “Al-Hadits”.

Siapakah Syeikh Nawawi Bantani?

Beliau adalah ulama besar abad ke-19 yang tinggal di Makkah, namun beliau asli Indonesia. Kata Al-Bantani merujuk kepada daerah asalnya, yaitu Banten. Tepatnya Kampung Tanara, Serang, Banten.

Beliau adalah anak sulung seorang ulama Banten. Beliau lahirtahun 1230 Hijrah/1814 Masehidan wafat di Makkah tahun 1314 Hijrah/1897 Masehi. Beliau menuntut ilmu ke Makkah sejak usia 15 tahun dan selanjutnya setelah menerima pelbagai ilmu di Mekah, beliau meneruskan pelajarannya ke Syam (Syiria) dan Mesir.

Syeikh Nawawi al-Bantani kemudian mengajar di Masjidil Haram. Setiap kali beliau mengajar, dikelilingi oleh tidak kurang dua ratus orang. Ini menunjukkan bahwa keulamaan beliau diakui oleh para ulama di Makkah pada masa itu. Yang menarik, disebutkan bahwa saat mengajar di Masjid Al-Haram itu, beliau menggunakan dengan bahasa Jawa dan Sunda.

Karena sangat terkenalnya, bahkan beliau pernah diundang ke Universitas Al-Azhar, Mesir untuk memberi ceramah atau fatwa-fatwa pada beberapa perkara tertentu.

Syeikh Nawawi termasuk ulama penulis yang produktif. Hari-harinya digunakan untuk menulis. Beberapa sumber menyebutkan Syekh Nawawi menulis lebih dari 100 buku, 34 di antaranya masuk dalam Dictionary of Arabic Printed Books.

Dari sekian banyak bukunya, beberapa di antaranya antara lain: Tafsir Marah Labid, Atsimar al-Yaniah fi Ar-Riyadah al-Badiah, Nurazh Zhulam, al-Futuhat al-Madaniyah, Tafsir Al-Munir, Fath Majid, Sullam Munajah, Nihayah Zein, Salalim Al-Fudhala, Bidayah Al-Hidayah, Al-Ibriz Al-Daani, Bugyah Al-Awwam, Futuhus Shamad, al-Aqdhu Tsamin, Uqudul Lijain, Nihayatuz Zain, Mirqatus Su’udit Tashdiq, Tanqihul Qoul, syarah Kitab Lubabul Hadith, Nashaihul Ibad.

Murid-Murid Syeikh Nawawi

Di antara yang pernah menjadi murid beliau adalah pendiri Nahdlatul Ulama (NU) almarhum Kiyai Haji Hasyim Asy’ari. Juga kiyai Khalil Bangkalan Madura. Juga termasuk kiyai Machfudh dari Tremas, Jawa Timur.

Dari para kiyai itulah kemudian agama Islam disebarkan di seantero tanah Jawa, lewat berbagai pondok pesantren, madrasah, majelis ta’lim, pengajian dan tabligh akbar.

Mengatakan perayaan maulid sebagai perkara yang menyesatkan sama saja dengan menyebut Syaikh Nawawi Al-Bantani sebagai ulama penyesat. Padahal, kalaupun tak ada hadits mengenai ini, seperti dikatakan di atas bahwa tidaklah seseorang mendatangi perayaan maulid Nabi kecuali karena cinta kepada Nabi SAW. Sedangkan Nabi SAW bersabda, “Orang yang cinta padaku maka dia akan bersamaku di surga.” Dan hadits yang satu ini tak perlu kami sebutkan sanad dan rawinya. Juga telah dikenal luas bahwa nabi telah bersabda “Seseorang itu bersama yang dicintainya.”



Sumber http://hotarticle.org/maulid-nabi-dan-syaikh-nawawi-al-bantani/
Selengkapnya...

Syeik Nawawi Al-Bantani & MaulidSocialTwist Tell-a-Friend


( Adapun ) adab orang yang belajar ilmu serta gurunya yang mengajar akan dia itu beberapa perkara (ya’ni banyak); tetapi disebutkan oleh Imam Al-Ghazaly (رحمه الله تعالى) di dalam Bidayatul Hidayah (sebanyak) sebelas perkara.



( Pertama ) Apabila berdapat (ya’ni bertemu) dengan gurunya, maka hendaklah (dia) mendahulukan memberi salam.



( Kedua ) Bahawa jangan membanyakkan berkata-kata pada (ya’ni di) hadapan gurunya itu.



( Ketiga ) Bahawa jangan ia berkata dengan barang yang tiada (di)izin(kan dahulu) oleh gurunya.



( Keempat ) Jangan ia bertanya akan gurunya melainkan kemudian daripada (ya’ni sesudah) meminta izin daripadanya (ya’ni gurunya).



( Kelima ) Bahawasanya jangan ia menyangkal akan perkataan gurunya itu dengan katanya, “si polan menyalahi akan (ya’ni menyatakan lain daripada apa) yang engkau (ya’ni gurunya) kata itu”, atau sebagainya.



( Keenam ) Bahawa jangan ia memberi isyarat akan gurunya itu dengan menyalahi (ya’ni untuk menyatakan lain) akan bicara gurunya, lalu (murid itu) menyangkai bahawa (dia) terlebih benar daripada (apa yang dikatakan) gurunya; atau terlebih tahu ia daripada gurunya. Maka yang demikian itu kurang adab kepada gurunya lagi kurang berkat.



( Ketujuh ) Bahawa jangan ia berbisik-bisik dengan orang yang sama duduk (iaitu duduk bersamanya) pada hadapan gurunya itu.



( Kedelapan ) Bahawa jangan ia berpaling ke kiri dan ke kanan pada hadapan gurunya itu, (bahkan sebaliknya) hendaklah ia duduk tunduk lagi beradab seolah-olah ia di dalam sembahyang.



( Kesembilan ) Bahawa jangan ia membanyakkan pertanyaan kepada gurunya itu tatkala segan gurunya itu daripada berkata-kata (ya’ni kurang suka memperkatakan atau membicarakannya) , atau tatkala ia lelah (ya’ni letih atau penat).



( Kesepuluh ) Apabila berdiri gurunya atau baharu datang gurunya itu, maka hendaklah ia berdiri pula kerana menta’dzimkan akan gurunya itu, dan jangan diikuti pada ketika bangkitnya itu dengan pertanyaan dan soal(an). Dan jangan bertanya masalah pada ketika ia berjalan hingga sampai kepada tempat duduknya itu, melainkan kerana dharurat (ya’ni terpaksa) maka iaitu (ya’ni yang mana) tiada tertegah bertanya di dalamnya (ya’ni pada ketika itu).



( Kesebelas ) Jangan jahat sangka akan gurunya itu pada segala perbuatannya yang dzahir menyalahi i’tiqadnya, atau bersalahan perbuatan gurunya itu (ya’ni melakukan sesuatu yang lain daripada) pengetahuannya, atau dengan adatnya (ya’ni kebiasaannya) ; kerana gurunya itu terlebih tahu dengan segala hukum syara’ dan segala rahsia syariat, (seperti) hikayat Nabi Musa (عليه السلام) dan Nabi Khidir (عليه السلام).

وبالله التوفيق، ولاحول ولاقوة إلا بالله العلى العظيم


Intisari : Kitab Siyarusalikin (Syeikh Nawawi Al-Bantani)
--
Bismillaahirrohmaan irrohiim
Rodhina Billahi Robbaa Wa Bil Islami Dinnaa Wa Bi Muhammadin Nabiyyaw Wa Rasulaa Wa Bil Qur'ani Imamaa Wa Bi Ka'bati Qiblataa Wabil Mu'minina Ikhwanaa...
Selengkapnya...

ADAB ORANG YANG BELAJAR DAN MENGAJAR ILMU AGAMASocialTwist Tell-a-Friend

Berdakwah dengan Iklan di Bis Kota

Diposkan oleh Admin On 11:20 AM 0 komentar

Dakwah bisa dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya dengan memasang iklan di bis-bis kota. Hasilnya ternyata lebih dari yang diharapkan, banyak orang yang menyatakan diri ingin masuk Islam setelah melihat iklan tersebut. Adalah organisasi Muslim yang berbasis di Chicago, Gain Peace yang memasang iklan-iklan tersebut. Mereka mengeluarkan biaya sebesar 29.900 dollar untuk memasang iklan layanan masyarakat di 25 bis CTA (Chicago Transit Authority) yang melayani jalur di sepanjang North Side. Iklan-iklan itu sebenarnya bagian dari kampanye mereka dalam upaya meluruskan pandangan-pandangan yang salah tentang Islam di kalangan masyarakat Barat.

Karena dipasang dibadan mobil yang ukurannya cukup besar, iklan-iklan dengan mudah terlihat oleh masyarakat Chicago. Salah satu warga Chicago yang tertarik dengan iklan itu adalah Moses Robinson, 38, yang bekerja di sebuah perusahaan software.

Saat jam istirahat, ia keluar kantor dan melihat salah satu bis yang melintas di Canal Street dengan iklan Gain Peace di badan bis tersebut.

"Semua informasinya ada dalam satu tempat," kata Robinson yang langsung mencatat nomor telepon Gain Peace yang tertera di iklan tersebut. Ia lalu menelpon Gain Peace dan setelah bertemu dengan orang-orang Gain Peace, Robinson menyatakan dirinya ingin masuk Islam di hari berikutnya.

Tentu saja, banyak juga orang yang tidak mempedulikan iklan tersebut. Mereka yang tahu, sebagian mengatakan iklan semacam itu tidak layak ditempelkan di badan bis. Tapi pengelola CTA mengatakan iklan Gain Peace tidak bermasalah, karena banyak iklan-iklan kampanye bertemakan keagamaan yang juga dipasang di bis-bis CTA lainnya.

Pihak Gain Peace mengatakan, kampanye mereka dengan memasang iklan-iklan layanan informasi di bis-bis CTA cukup sukses. "Kami menerima delapan orang yang menyatakan ingin masuk Islam, menjawab sekitar 400 telepon yang masuk dan hit situs kami naik hingga 75.000 dalam satu minggu," kata Sabeel Ahmad, direktur Gain Peace.

Karena sukses, Gain Peace memperpanjang pemasangan iklannya di bis-bis CTA untuk enam minggu kedepan. (ln/icty/chicagotribune/eramuslim)

Islam Bus Ad Project - GainPeace


Fox TV - Islam Bus Ads - GainPeace - ICNA Chicago


Prophet Muhammed (s) - Billboard - GainPeace - ICNA Chicago


Dawah on the Streets - by GainPeace.com Part 1


Dawah on the Streets - by GainPeace.com Part 2


Dawah on the Streets - by GainPeace.com Part 3

Selengkapnya...

Berdakwah dengan Iklan di Bis KotaSocialTwist Tell-a-Friend

Foto Haul Di Solo April 2009

Diposkan oleh Admin On 3:29 PM 0 komentar

Haul & Maulid Akbar Al-Habib Ali Al-Habsyi (Pengarang Simtuddhurror)

SOLO, 15 April 2009


====================================================================










Selengkapnya...

Foto Haul Di Solo April 2009SocialTwist Tell-a-Friend




Pada tanggal 15 April 2009, telah terjadi satu peristiwa akbar di Solo. Itulah acara Peringatan Haul & Maulid Akbar Al-Habib Ali Al-Habsyi, Kakek dari pada Habib Anis. Acara tersebut dihadiri oleh ribuan jamaah, tampak pula para Habaib dan Ulama Terkemuka se-Jawa bahkan diluar Jawa, serta dihadiri pula seorang ulama besar Mufassir dari Hadramaut yaitu Al-Habib Al-Musnid Umar bin Hafidzh.

Diantara para Habaib yang hadir dan yang terlihat oleh tim info-majelis antara lain Habib Jindan Bin salim, Habib Ahmad Bin salim, Habib Muhammad Syahab, Habib Umar Al-Haddad (Kebon Nanas)Habib Mustofa (sesepuh yang selalu memimpin doa di Majelisnya Al-Habib Munzir),serta hadir pula K.H. Maulana Kamal Yusuf (Jakarta).

Acara yang berlangsung dari tanggal 15 April ini diakhiri dengan sholat Jum'at berjamaah bersama Al-Habib Umar Bin Hafidzh (Hadramaut).

Kumpulan Fotonya bisa dilihat disini

Tausyiah Al-Habib Umar Bin Hafidzh
disini

Terjemah Tausyiah Al-Habib Umar Bin Hafidzh (Oleh Habib Jindan) disini


Selengkapnya...

Peringatan Haul Al-Habib Ali Al-Habsyi (Solo)SocialTwist Tell-a-Friend

As - Syeikh Abu Bakar Bin Salim

Diposkan oleh Admin On 5:19 PM 1 komentar



CO.CC:Free Domain




Ketika kau datangi ‘Inat, tanahnya pun berdendang Dari permukaannya yang indah terpancarlah makrifat Dahimu kau letakkan ke tanah menghadap kiblat Puji syukur bagi yang membuatmu mencium tanah liatnya Kota yang di dalamnya diletakkan kesempurnaan Kota yang mendapat karunia besar dari warganya Dengan khidmat, masuklah sang Syeikh merendahkan diri Duhai, kota itu telah terpenuhi harapannya. Akhlak dan kemuliaannya.

Syair Muhammad bin Ali bin Ja’far Al-Katsiry


Demikian untaian syair yang disusun oleh Muhammad bin Ali Al-Katsiry memuji keberadaan sosok waliullah Al-Imam As-Syeikh Abubakar bin Salim, yang banyak berjasa meneruskan perjuangan Baginda Nabi SAW dalam membawa umat manusia ke jalan yang benar. Beliau memakmurkan salah satu kota di Hadhramaut dengan cahaya ilmu dan makrifat yang termasyhur, dengan nama Inat. Pada mulanya, Inat Al-Qodimah (kota Inat lama) didirikan oleh Qabilah Al-Katsir pada tahun 629 H, sedangkan Inat Al-Jadidah (kota Inat baru) merupakan perkampungan di sekitar rumah dan Masjid Syeikh Abubakar bin Salim yang didiami oleh para pendatang yang ingin belajar dan tinggal bersama beliau..

Syeikh Abubakar bin Salim dilahirkan pada tanggal 13 Jumadil Akhir 919 H di kota Tarim, Yaman. Ia tumbuh dewasa menjadi seorang tokoh sufi yang masyhur sekaligus seorang yang alim dan mengamalkan ilmunya.

Ayahandanya adalah Habib Salim bin Abdullah bin Abdurrahman bin Abdullah bin Abdurrahman Assegaf

sedangkan Ibunda beliau adalah Syarifah Thalhah binti Agil bin Ahmad bin Abubakar As-Sakron bin Abdurrahman Assegaf.

Jauh sebelumnya, kelahiran beliau telah banyak diramalkan oleh para wali terkemuka, diantaranya adalah Al-Imam Ahmad bin Alwi yang tinggal di daerah Maryamah, sekali waktu beliau datang ke Inat dan ia duduk di sebidang tanah yang pada waktu itu hanya berupa semak belukar dan bebatuan. Ia berhenti sejenak di tempat tersebut dan berkata kepada masyarakat yang hadir waktu itu, “Akan lahir salah seorang anak kami yang akan mempunyai keagungan dan ia akan tinggal di tempat ini”. Selanjutnya ia berjalan berkeliling kota Inat sambil sesekali menunjukkan tempat-tempat yang kelak berkaitan dengan Syeikh Abubakar bin Salim, ia menunjukkan tempat yang akan dibangun masjid oleh Syeikh Abubakar dan ia sempat shalat disana, ia juga menunjukkan tempat dimana Syeikh Abubakar akan membangun rumah.

Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi meriwayatkan bahwa wali lainnya yang telah meramalkan keberadaan Syeikh Abubakar adalah Habib Muhammad bin Ahmad Jamalullail, ia berkata, “Akan ada disini (Inat) salah seorang dari anak-anak kami yang akan termasyhur dengan keagungan dan kewalian, dan Qubahnya akan berada dan didirikan di kota ini”.


Sejak kecil Syeikh Abubakar bin Salim telah menunjukkan tanda-tanda bahwa kelak ia akan menjadi orang yang memiliki kemuliaan. Pernah pada suatu kesempatan Syeikh Faris Ba Qais bersama para muridnya pergi ke Tarim. Ikut dalam rombongan Syeikh Faris 300 pemegang rebana yang mengiringi perjalanan itu dengan tabuhan rebananya. Setibanya di Tarim ia bersama pengikutnya mengunjungi Habib Syeikh Al-Idrus. Keesokan harinya Syeikh Faris berniat untuk menziarahi makam Nabi Hud AS, ia berkata kepada sejumlah habib, “Wahai habaib, kami membutuhkan seorang pengantar darimu, terus terang kami takut jika dalam perjalanan nanti ilmu kami dicuri orang”. Para Habib menyanggupi, “Jangan khawatir, kami cukup mempunyai banyak orang berilmu disini, lagi pula mencuri ilmu bukanlah kebiasaan kami”. Mulailah Syeikh Faris mencari orang yang dianggap mampu mengawal dia dan para pengikutnya, sampai akhirnya ia melewati Syeikh Abubakar bin Salim yang saat itu masih berusia 4 tahun, sedang bermain-main di jalan bersama teman sebayanya. “Aku pilih anak ini”, kata Syeikh Faris sambil menunjuk si kecil Abubakar bin Salim. Para habib segera menjawab, “Anak kecil ini mana pantas mengawalmu?”. Syeikh Faris berkata, “Aku adalah tamu kalian dan aku hanya menginginkan anak ini”. Para habib kemudian mendatangi ibu Syeikh Abubakar bin Salim dan mengabarkan persoalan yang mereka hadapi. Ibunya berkata, “Anak ini masih kecil, cari saja yang lain”. Mereka menjawab, “Syeikh Faris hanya menginginkan anakmu”. Akhirnya sang ibu memberikan izin.

Syeikh Abubakar kemudian digendong oleh pelayannya, Ba Qahawil, untuk mengawal Syeikh Faris dan rombongannya. Syeikh Umar Ba Makhramah, seorang wali Allah, yang ikut dalam rombongan Syeikh Faris memegang kepala Ba Qahawil sambil melantunkan syair yang diawali dengan bait-bait berikut:

Semoga Allah membahagiakan temanmu, hai Ba Qahawil pohon kurma apa ini, masih kecil sudah berbuah Mereka menanamnya di waktu Dhuha dan sudah memanennya di waktu senja.

Kemudian Syeikh Umar mengusap kepala Syeikh Abubakar bin Salim sambil meneruskan syairnya:

Wahai emas sejati, dengan pandangan-Nya Allah memeliharamu

semua lembah yang luas menjadi kecil dibanding lembahmu

Masa muda Syeikh Abubakar bin Salim dipenuhi dengan rutinitas pendidikan, selain didikan orang tuanya, juga tercatat beberapa ulama besar yang menjadi gurunya, antara lain, Syeikh Umar Basyeiban Ba’alawi, Syeikh Abdullah bin Muhammad Baqusyair, Syeikh Muhammad bin Abdullah Bamakhramah, Imam Ahmad bin Alwi Bajahdab, Syeikh Makruf Bajamal dan Syeikh Umar bin Abdullah Ba Makhramah.

Pada suatu ketika Syeikh Abubakar berniat belajar kepada salah seorang gurunya, Syeikh Makruf Bajamal yang tinggal di kota Syibam. Namun ia terpaksa berhenti di pinggir kota, karena Syeikh Makruf Bajamal belum berkenan menemuinya. Setiap kali dikatakan kepada Syeikh Makruf, “Anak Salim bin Abdullah meminta izin untuk menemuimu.” Jawabnya selalu, “Katakan kepadanya bahwa aku belum berkenan menerimanya”, meskipun ayah beliau adalah seorang yang dihormati karena kesalehannya. Syeikh Abubakar bin Salim tetap bersabar di bawah teriknya matahari dan dinginnya angin malam. Ia menguatkan hati dan mengendalikan nafsunya demi memperoleh asrar.

Baru setelah lewat 40 hari ia menerima kabar bahwa Syeikh Makruf bersedia menemuinya. Syeikh Makruf hanya memerlukan beberapa saat saja untuk menurunkan ilmu kepadanya. Sewaktu keluar dari kediaman Syeikh Makruf, ia mendapati sekumpulan kaum wanita yang mengelukan-elukan kedatangannya, “Selamat wahai Ibnu Salim, selamat wahai Ibnu Salim.” Mereka berbuat demikian dengan harapan mendapatkan sesuatu darinya. Iapun segera menyadari hal ini dan kemudian mendoakan agar mereka mendapatkan suami yang setia. Menurut Habib Ali hingga saat ini kaum wanita Syibam memiliki suami yang setia. Ketika Habib Ali ditanya, “Apakah Syeikh Ma’ruf juga termasuk salah satu dari guru-guru Syeikh Abubakar bin Salim?” Ia menjawab, “Ya, akan tetapi beliau kemudian mengungguli syeikhnya”.

Syeikh Abubakar bin Salim mempelajari Risalatul Qusyairiyah yang sangat terkenal dalam dunia tasawuf di bawah bimbingan Syeikh Umar bin Abdullah Ba Makhramah. Disebutkan dalam Kitab Tadzkirun Naas, sekali waktu Habib Ahmad bin Hasan Al-Atthas shalat ashar di masjid Syeikh Abdul Malik Baraja di Kota Seiwun, ia menunjukkan sebidang tanah sambil berkata : “Ini adalah sebidang tanah yang mana pernah terjadi satu peristiwa antara Syeikh Umar Bamakhramah dan Syeikh Abubakar bin Salim. Tatkala itu Syeikh Abubakar sedang belajar dan membaca kitab tasawwuf yang terkenal Risalah Al-Qusyairiyah, tatkala sedang membahas kekeramatan para wali, Syeikh Abubakar bin Salim bertanya kepada gurunya “Kekeramatan itu seperti apa ?”, dijawab oleh Syeikh Umar, “Contoh kekeramatan itu adalah engkau tanam biji kurma ini kemudian ia langsung tumbuh dan berbuah pada saat itu juga” Kemudian Syeikh Umar yang kala itu memang sedang memegang biji kurma, melemparkan biji kurma tersebut ke tanah dan kemudian langsung tumbuh dan berbuah, sehingga orang-orang yang hadir saat itu dapat memetik dan memakan buahnya. Orang-orang yang hadir pada saat itu berkata pada Syeikh Abubakar bin Salim “Kami menginginkan lauk pauk darimu yang ingin kami makan bersama kurma ini”. Tersirat dalam perkataan ini seolah-olah mereka bertanya kepada Syeikh Abubakar apakah ia mampu melakukan seperti yang telah dilakukan oleh Syeikh Umar. Lalu Syeikh Abubakar bin Salim berkata, “Pergilah kalian ke telaga masjid, lalu ambillah apa yang kalian temui disana”. Kemudian mereka pergi ke telaga masjid dan mendapati ikan yang besar disana. Lalu mereka ambil dan makan sebagai lauk pauk yang mereka inginkan.

Kegemaran Syeikh Abubakar bin Salim dalam menekuni ilmu pengetahuan dibuktikannya dengan menghatamkan Ihya’ Ulumuddin-nya Hujjatul Islam Al-Ghazali sebanyak 40 kali dan menghatamkan kitab fiqih syafi’iyah, Al-Minhaj karya Imam Nawawi sebanyak 3 kali. Dan diantara kebiasaannya adalah memberikan wejangan kepada masyarakat setelah sholat Jumat.

Diantara ibadah dan riyadohnya, pernah dalam waktu yang cukup lama ia berpuasa dan hanya berbuka dengan kurma yang masih hijau. Juga selama 90 hari ia berpuasa dan sholat malam di lembah Yabhur dan selama 40 tahun beliau sholat subuh di Masjid Baa Isa, di kota Lisk, dengan wudhu Isya. Setiap malam ia berziarah ke tanah pekuburan Tarim dan berkeliling untuk melakukan sholat di berbagai masjid di Tarim diakhiri dengan sholat Subuh berjamaah di masjid Baa Isa. Sepanjang hidupnya ia berziarah ke makam Nabiyullah Hud sebanyak 40 kali. Setiap malam, selama 40 tahun, ia berjalan dari Lisk menuju Tarim, melakukan sholat di setiap masjid di Tarim, mengusung air untuk mengisi tempat wudhu, tempat minum bagi para peziarah, dan kolam tempat minum hewan. Dan sampai akhir hayatnya sang Syeikh tidak pernah meninggalkan sholat witir dan dhuha.

Berbeda dengan para wali di Tarim yang hampir semuanya menutupi hal (keadaan) mereka, Syeikh Abubakar bin Salim mendapatkan perintah agar ia meng-izhar-kan (menampakkan) kewaliannya. Pada awalnya ia sendiri merasa enggan dan ragu, sampai akhirnya hal ini sampai kepada gurunya, Al-Imam Ahmad bin Alwi Bajahdab. Ia manyatakan, “Tidaklah maqam-nya Syeikh Abubakar bin Salim akan berkurang dengan nampaknya kewalian yang dimilikinya, karena kalimat Bismillah telah diletakkan di setiap perkataannya. Dan sungguh tidak berkurang sama sekali kadar maqam kewalian dikarenakan masyhurnya beliau, terkecuali seperti berkurangnya satu biji dalam makanan”. Tatkala perkataan guru beliau ini disampaikan kepadanya, Syeikh Abubakar bin Salim melakukan sujud syukur kepada Allah SWT dan berkata, “Aku merasa cukup dengan isyarat pengukuhan ini, sebagai lambang kemegahan dan keagungan yang diberikan Allah SWT”.

Setelah kejadian itu, ia berangkat dari Inat menuju Tarim untuk berziarah dan berjumpa dengan guru beliau tersebut, maka setelah sampai gurunya bertanya, “Bagaimanakah bentuk isyarat yang telah engkau terima ?”. Ia menjawab, “Sesungguhnya telah datang kepadaku serombongan pemuka kaum Ba’alawi dan bersama mereka ada Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani, mereka semuanya memerintahkan kepadaku agar aku mengizharkan diriku. Bagaimanakah pandangan anda sendiri ?. Apakah saya dilarang ?. Sesungguhnya diriku sendiri kurang menyukai kemasyhuran ?”. Setelah mendengar perkataan beliau, gurunya diam sesaat dan setelah itu ia berbincang dengan Syeikh Abubakar bin Salim dengan perkataan yang tidak dipahami oleh orang yang hadir kala itu, kemudian gurunya berwasiat kepada Syeikh Abubakar dengan beberapa wasiat dan memerintahkan beliau untuk pulang dan menetap di kota Inat. Pulanglah Sang Syeikh ke Kota Inat, dan disanalah ia kemudian termasyhur. Namanya yang harum semerbak dikenal di seluruh penjuru negeri. Cahaya ilmu dan kemuliaannya berkemilau menerangi orang-orang yang berjalan di jalan Allah SWT. Ia hidupkan kota Inat dengan ilmu. Manusia datang dari berbagai pelosok daerah guna menuntut ilmu darinya sehingga Inat menjadi kota yang ramai oleh pencinta ilmu. Murid-murid beliau datang dari berbagai kota di Yaman dan mancanegara, antara lain Syam, India, Mesir dan berbagai negara lainnya. Diantara beberapa muridnya yang terkenal adalah Habib Ahmad bin Muhammad Al-Habsyi, Shohibus Syiib, Habib Abdurrahman bin Muhammad Al-Jufri, Habib Muhammad bin Alwi, Sayyid Yusuf Al-Qodhiy bin Abid Al-Hasany, Syeikh Hasan Basyaib serta beberapa murid lainnya.

Demi kepentingan pendidikan dan pengembangan dakwah, ia mendirikan sebuah masjid dan membeli tanah pekuburan yang luas. Al-Mualim Ahmad bin Abdurrahman Bawazir berkata, “Ada satu kisah yang diriwayatkan dari Al-Mualim Abdurrahman bin Muhammad Bawazir yang ia terima dari beberapa orang arifin, Beliau berkata, “Sesungguhnya tatkala Sayyidina Syeikh Abubakar bin Salim mendirikan masjidnya yang masyhur di Kota Inat, beliau berkata kepada orang yang sedang membangunnya dikala itu yaitu Ibnu Ali sambil menunjuk satu dinding yang baru didirikan, “Dinding yang didirikan ini tidak akan dimakmurkan oleh orang-orang, kami menginginkannya agar sedikit maju”. Ibnu Ali menjawab, “Ya Sayyidi yang engkau inginkan adalah kemaslahatan tetapi bagaimanakah kami akan merubahnya lagi, karena dinding ini sudah terlanjur didirikan di tempat ini”. Syeikh Abubakar yang saat itu sedang memegang tongkat memukul dinding tersebut, maka dengan izin Allah SWT dinding tersebut berpindah tempat dari tempatnya semula sampai pada tempat yang diinginkan olehnya”.

Penduduk Inat sangat mencintai Syeikh Abubakar, hal ini antara lain dikarenakan keluhuran budi pekerti yang dimilikinya. Beliau merupakan seorang dermawan yang suka menjamu tamu. Jika tamu yang berkunjung banyak, maka ia memotong satu atau dua ekor onta untuk jamuannya. Karena sambutan yang hangat ini, maka semakin banyak orang yang datang mengunjunginya. Dalam menjamu dan memenuhi kebutuhan para tamunya, ia tidak segan-segan untuk turun tangan sendiri. Mereka datang terhormat dan pulang pun dengan terhormat. Dalam kesehariannya, ia mengeluarkan sedekah sebagaimana orang yang tidak takut jatuh miskin, setiap hari ia membagikan seribu potong roti kepada fakir miskin.

Beliau dikenal sebagai seorang yang sangat tawadhu, tidak ada seorang pun yang pernah melihatnya duduk bersandar ataupun bersila. Syeikh Abdurrahman bin Ahmad Ba Wazir, seorang yang faqih, berkata, “Selama 15 tahun sebelum wafatnya, di dalam berbagai majlisnya, baik bersama kaum khusus ataupun awam, Syeikh Abubakar bin Salim tidak pernah terlihat duduk, kecuali dalam posisi duduknya orang yang sedang tasyahud akhir”.

Semasa hidupnya beliau selalu membaca wirid-wirid tarekat, dan secara pribadi, ia mempunyai beberapa wirid dan selawat. Antara lain sebuah amalan wirid besar miliknya yang disebut Hizb al-Hamd wa al-Majd yang ia diktekan kepada muridnya sebelum fajar tiba di sebuah masjid. Itu adalah karya terakhir yang disampaikan ke muridnya, Allamah Faqih Syeikh Muhammad bin Abdurrahman Bawazir pada tanggal 8 bulan Muharram tahun 992 H.

Selain menyusun wirid dan selawat, Syeikh Abubakar bin Salim juga banyak menulis kitab, terutama yang berhubungan dengan masalah tasawwuf, antara lain Miftah as-Sara’ir wa Kanz adz-Dzakha’ir yang beliau susun sebelum usianya melampaui 17 tahun. Mi’raj Al-Arwah yang membahas ilmu hakikat. Beliau memulai menulis buku ini pada tahun 987 H dan menyelesaikannya pada tahun 989 H. Fath Bab Al-Mawahib yang juga mendiskusikan masalah-masalah ilmu hakikat. Ia memulainya di bulan Syawwal tahun 991 H dan dirampungkan dalam tahun yang sama tangal 9 Dzulhijjah. Ma’arij At-Tawhid, serta sebuah diwan yang berisi pengalaman pada awal mula perjalanan spiritualnya.

Perjalanan kehidupan Syeikh Abubakar bin Salim banyak dibukukan oleh para ulama terkenal, tidak kurang dari 25 buku yang menceritakan biografi kehidupan beliau, antara lain Bulugh Azh-Zhafr wa Al-Maghanim fi Manaqib As-Syeikh Abi Bakr bin Salim karya Allamah Syeikh Muhammad bin Sirajuddin. Az-Zuhr Al-Basim fi Raba Al-Jannat fi Manaqib Abi Bakr bin Salim Shahib Inat oleh Allamah Syeikh Abdullah bin Abi Bakr bin Ahmad Basya’eib. Sayyid al-Musnad pemuka agama yang masyhur, Salim bin Ahmad bin Jindan Al-Alawy mengemukakan bahawa dia memiliki beberapa manuskrip (naskah yang masih berbentuk tulisan tangan) tentang Syeikh Abu Bakar bin Salim. Di antaranya Bughyatu Ahl Al-Inshaf bin Manaqib Asy-Syeikh Abi Bakr bin Salim bin Abdullah As-Seggaf karya Allamah Muhammad bin Umar bin Sholeh bin Abdurrahman Baraja Al-Khatib.

Banyak dari kitab-kitab tersebut yang mencantumkan kisah kekeramatan Syeikh Abubakar bin Salim. Seperti yang diriwayatkan oleh Faqih Muhammad bin Sirojuddin Jamal Rohimahullah dalam kitabnya Bulughizhofri wal Maghanimi fi Manaqibi As-Syeikh Abu Bakar bin Salim RA. Sesungguhnya aku bermusafir ke negeri India pada bulan Asyura, tahun 973 H dengan naik kapal, sampai akhirnya pada satu tempat yang dikenal dengan Khuril Gari. Pada saat itu sangatlah gelap dan hujan turun sangat lebatnya, dan pada saat itu kapal kami mengalami kerusakan. Dan para penumpangnya merasa kebingungan dan ketakutan sehingga mereka menangisi keadaan mereka. Aku sendiri berdoa kepada Allah SWT dan bertawassul kepada para waliullah. Akupun lalu beristighasah dan bertawajjuh hatiku kepada Sayyidi Syeikh Abubakar bin Salim. Setelah aku bertawassul kepadanya, aku mendengar suara beliau seolah-olah begitu dekat denganku. Lalu aku berdiri dan memberitahukan kepada penumpang bahwasanya telah mendapatkan isyarat dan kabar gembira dalam keadaan yang sangat sulit saat itu. Dan ternyata kamipun diselamatkan oleh Allah SWT dengan kemuliaan Sayyidi Syeikh Abubakar bin Salim.

Juga diceritakan dalam Kitab Insus Salikin Ila Maqomatil Washilin yang dikarang oleh Sayyid Abdullah bin Ahmad Baharun. Didalam kitab tersebut diceritakan kisah dari Umar bin Ali Bamansur. Kami mendapat kabar dari seorang arifin, ia bercerita, tatkala wafat seorang wali besar yaitu As-Syekh Makruf Bajamal di negeri Budhoh, salah satu daerah di Dau’an. Kaum solihin melihat dengan ainul bashiroh mereka ada sungai dengan cahaya yang cemerlang mengalir dari Budhoh. Sungai tersebut mengalir ke Syibam dan memenuhi kota itu dengan cahaya hingga ke Ghurfah dan Tarim, sampai akhirnya ke kota Inat dan terakhir bermuara di hadirat Syeikh Abubakar bin Salim. Dari kabar ini, akhirnya seluruh murid Syeikh Makruf mengetahi bahwa maqam kewalian gurunya telah berpindah kepada Syeikh Abubakar bin Salim. Tertulis di dalam Majmu’ Kalam Al-Habib Ali Al-Habsyi bahwasanya Syeikh Makruf memiliki murid lebih kurang 100 ribu orang.

Pada waktu menjelang wafatnya, Syeikh Abubakar berada di kamar Sayyid Yusuf Al-Qodhiy bin Abid Al-Hasany salah seorang murid kesayangannya. Sambil memangku gurunya, Sayyid Yusuf membaca ayat Quran yang berbunyi Falammaa Qodhoo Zaidun Wathoro. Ia membaca ayat ini sebagai isyarat keinginan dari Sayyid Yusuf untuk mewarisi kedudukan kewalian Syeikh Abubakar bin Salim dan bila Syeikh Abubakar bin Salim menjawab dengan Zawwajnaa Kahaa, maka itu adalah isyarat bahwa kedudukan beliau akan diwarisi oleh Sayyid Yusuf, namun Syeikh Abubakar bin Salim tidak menjawab seperti itu, malah ia berkata “Wahai Yusuf, engkau menginginkan kedudukan kami. Sungguh kedudukanku adalah untuk anakku dan kalau sekiranya aku tidak mendapati daripada salah satu anak-anakku yang akan mewarisi kedudukanku, maka aku akan tanam maqam kewalianku ini di padang pasir Inat”. Jawaban beliau ini mengkiaskan bahwa maqam kewalian Syeikh Abubakar bin Salim hanya diwarisi oleh anak-anak beliau. Dan pada malam Ahad, tanggal 27 Dzulhijjah 992 H, Syeikh Abubakar bin Salim berpulang ke rahmatullah. Dengan meninggalkan keturunan yang kelak juga menjadi pemuka kaum Alawiyyin yang meneruskan jejak ayahnya. Beliau dimakamkan di kota Inat, Hadramaut. Di turbah (makam) Syeikh Abubakar bin Salim terdapat pasir atau tanah (katsib) yang sangat termasyhur kemujarabannya bagi orang-orang yang menginginkan keberkahan. Yang termasyhur bahwa tanah ini bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit dan oleh karena itulah juga Syeikh Abubakar bin Salim mendapatkan gelar Maula Katsib. Diceritakan oleh Sayyid Abdul Qodir bin Abdullah bin Umar bin Syeikh Abubakar bin Salim, beliau berkata, “Suatu ketika aku dan guruku Al-Arif Billah Ahmad Al-Junaid berziarah ke Inat dan kepada Sayyidi Syeikh Abubakar bin Salim. Sesudah ziarah guruku menginginkan dan mengambil pasir di makam tersebut untuk menyembuhkan luka yang dideritanya pada salah satu kakinya. Dan ia meminta kepada salah seorang daripada keturunan Syeikh Abubakar agar meletakkan pasir tersebut atas luka beliau, dan luka tersebut sembuh dengan seizin Allah SWT.

Selang beberapa waktu setelah wafatnya Syeikh Abubakar bin Salim, berkumpullah anak-anak beliau untuk mencari dan memilih siapa diantara mereka yang akan menjadi khalifah menggantikan ayah mereka. Mereka berkumpul di suatu Syi’ib, dan barang siapa mendapat tanda dari Allah SWT, maka dialah yang dipilih sebagai khalifah. Ternyata yang mendapatkan tanda adalah Sayyidina Husein bin Syeikh Abubakar. Ia mendapatkan langsung satu bejana yang berisi air turun dari langit. Maka anak-anak Syeikh Abubakar bin Salim pun meminum daripada bejana tersebut dan mereka berkata kepada Sayyidina Husein, ”Engkaulah yang berhak menjadi khalifah”.

Pada riwayat yang lain, diceritakan oleh Al-Imam Al-Habib Ali bin Muhammad bin Husin Al-Habsyi, “Tatkala Syeikh Abubakar bin Salim wafat, maka setiap anak-anak daripada Syeikh Abubakar bin Salim menginginkan menjadi khalifah menggantikan ayahanda mereka. Maka ibunda mereka berkata, “Kalian semuanya mempunyai keberkahan, akan tetapi siapa yang keramatnya terlihat maka ia akan menjadi khalifah”. Maka anak-anak Syeikh Abubakar bin Salim pergi ke Wadi Inat. Dan mereka membentangkan sajadah masing-masing ditengah Wadi Inat, lalu melakukan shalat serta bermunajah kepada Allah SWT. Tak lama kemudian turun kepada Syeikh Umar Al-Mahdhar bejana dan rantai emas dari langit. Maka Syeikh Umar memanggil saudara-saudaranya, “Apakah kalian mendapatkan sesuatu?”. Mereka menjawab “Tidak”. Maka merekapun menyerahkan kekhalifahan kepada Syeikh Umar, namun kekhalifahan diserahkan dan dipegang oleh Sayyidina Husin. Beliau berkomentar mengenai saudaranya Syeikh Umar Al-Mahdhar. “Sesungguhnya aku bersahabat dengan saudaraku Umar Al-Mahdhar dan aku tidak merasa sebagai saudaranya, akan tetapi aku merasa dan menempatkan diriku sebagai pembantu dan murid baginya”.

Dikisahkan bahwa Sayyidina Husin sekali waktu mendapatkan gangguan dari para pembesar setempat beserta pasukannya, sehingga membuatnya berhijrah ke Mekkah dan Madinah dan menetap disana selama 7 tahun. Pada suatu hari beliau didatangi oleh Nabi Khidir AS dan berkata, “Sesungguhnya datukmu Rasulullah SAW mengucapkan salam atasmu dan memerintahkan dirimu agar segera pulang ke Hadramaut”. Nabi Khidir memberitahukan kepadanya bahwa rasa permusuhan dari musuh-musuhnya akan dihilangkan oleh Allah dan musuh-musuh beliau akan berubah mencintainya. Dan Nabi Khidir memberitahukan kepadanya agar berjalan bersama satu kafilah Arab di Hadramaut. Nabi Khidir juga memberitahukan kepada beliau bahwa kafilah ini akan mempunyai hubungan yang dekat dengan keturunan beliau sampai hari kiamat. Selain itu Nabi Khidir memberikan kepada Sayyidina Husin 3 buah benda, yaitu bejana atau gelas yang besar, tongkat dan gendang. Ketika sang Sayyid pulang, ia mendapati kaum syiah zaidiyah sedang merajalela dan berbuat semena-mena. Lalu beliau memerintahkan agar menabuh gendang yang diberikan oleh Nabi Khidir diatas gunung. Ketika gendang tersebut ditabuh, dengan izin Allah, kaum Zaidiyah yang tadinya berlaku semena-mena tiba-tiba bertingkah seperti orang gila, dan merekapun kabur tercerai berai. Belakangan Imam Ahmad bin Hasan Al-Atthas mengatakan, “Kami telah melihat bejana yang diberikan Nabi Allah Khidir kepada Sayyidina Husein bin Syeikh Abubakar bin Salim beserta tongkatnya ada di Kota Inat”.

Hingga saat ini masih banyak keturunan Syeikh Abubakar bin Salim, disebutkan didalam kitab Mu’jamul Lathief, selain dari jalur Sayyidina Husin juga diantaranya yang terkenal dengan fam Al-Hamid, Bin Jindan, Al-Muhdar dan Al-Haddar. Keluarga Bin Jindan, nasab mereka bersambung kepada Ali bin Muhammad bin Husein bin Syeikh Abubakar bin Salim. Keluarga Al-Hamid, merupakan keturunan dari Al-Hamid bin Syeikh Abubakar bin Salim. Keluarga Al-Muhdhar, keturunan Umar Al-Muhdhar. Syeikh Abubakar bin Salim memberi nama Umar Al-Muhdhar karena ingin mendapatkan berkah Sayyidina Umar Al-Muhdhar bin Abdurrahman As-Seggaf, juga dengan harapan agar anaknya dapat meneladani dan mewarisi ilmu yang dimiliki oleh Umar Al-Muhdhar, seorang arif billah yang amat dikaguminya. Dan keluarga Al-Haddar, yang merupakan keturunan Ahmad Al-Haddar bin Abdullah bin Ali bin Muhsin bin Husin bin Syeikh Abubakar bin Salim.

Karya-karyanya

Antara lain:

- Miftah As-sara’ir wa kanz Adz-Dzakha’ir. Kitab ini beliau karang sebelum usianya melampaui
17 tahun.
- Mi’raj Al-Arwah membahas ilmu hakikat. Beliau memulai menulis buku ini pada tahun 987 H
dan menyelesaikannya pada tahun 989 H.
- Fath Bab Al-Mawahib yang juga mendiskusikan masalah-masalah ilmu hakikat. Dia
memulainya di bulan Syawwal tahun 991 H dan dirampungkan dalam tahun yang sama tangal
9 bulan Dzul-Hijjah.
- Ma’arij At-Tawhid
- Dan sebuah diwan yang berisi pengalaman pada awal mula perjalanan spiritualnya.

Kata Mutiara dan Untaian Hikmah

Beliau memiliki banyak kata mutiara dan untaian hikmah yang terkenal, antara lain:

Pertama:
Paling bernilainya saat-saat dalam hidup adalah ketika kamu tidak lagi menemukan dirimu. Sebaliknya adalah ketika kamu masih menemukan dirimu. Ketahuilah wahai hamba Allah, bahwa engkau takkan mencapai Allah sampai kau fanakan dirimu dan kau hapuskan inderamu. Barang siapa yang mengenal dirinya (dalam keadaan tak memiliki apa pun juga), tidak akan melihat kecuali Allah; dan barang siapa tidak mengenal dirinya (sebagai tidak memiliki suatu apapun) maka tidak akan melihat Allah. Karena segala tempat hanya untuk mengalirkan apa yang di dalamnya.

Kedua:
Ungkapan beliau untuk menyuruh orang bergiat dan tidak menyia-nyiakan waktu: “Siapa yang tidak gigih di awal (bidayat) tidak akan sampai garis akhir (nihayat). Dan orang yang tidak bersungguh-sungguh (mujahadat), takkan mencapai kebenaran (musyahadat). Allah SWT berfirman: “Barangsiapa yang berjuang di jalan Kami, maka akan Kami tunjukkan kepadanya jalan-jalan Kami”. Siapa pun yang tidak menghemat dan menjaga awqat (waktu-waktu) tidak akan selamat dari berbagia afat (malapetaka). Orang-orang yang telah melakukan kesalahan, maka layak mendapat siksaan.

Ketiga:
Tentang persahabatan: “Siapa yang bergaul bersama orang baik-baik, dia layak mendapatkan makrifat dan rahasia (sirr). Dan mereka yang bergaul dengan para pendosa dan orang bejat, akan berhak mendapat hina dan api neraka”.

Keempat:
Penafsirannya atas sabda Rasul s.a.w: “Aku tidaklah seperti kalian. Aku selalu dalam naungan Tuhanku yang memberiku makan dan minum”. Makanan dan minuman itu, menurutnya, bersifat spiritual yang datang datang dari haribaan Yang Maha Suci”.

Kelima:
Engkau tidak akan mendapatkan berbagai hakikat, jika kamu belum meninggalkan benda-benda yang kau cintai (’Ala’iq). Orang yang rela dengan pemberian Allah (qana’ah), akan mendapt ketenteraman dan keselamatan. Sebaliknya, orang yang tamak, akan menjadi hina dan menyesal. Orang arif adalah orang yang memandang aib-aib dirinya. Sedangkan orang lalai adalah orang yang menyoroti aib-aib orang lain. Banyaklah diam maka kamu akan selamat. Orang yang banyak bicara akan banyak menyesal.

Keenam:
Benamkanlah wujudmu dalam Wujud-Nya. Hapuskanlah penglihatanmu, (dan gunakanlah) Penglihatan-Nya. Setelah semua itu, bersiaplah mendapat janji-Nya. Ambillah dari ilmu apa yang berguna, manakala engkau mendengarkanku. Resapilah, maka kamu akan meliht ucapan-ucapanku dlam keadaan terang-benderang. Insya-Allah….! Mengertilah bahawa Tuhan itu tertampakkan dalam kalbu para wali-Nya yang arif. Itu karena mereka lenyap dari selain-Nya, raib dari pandangan alam-raya melaluiKebenderangan-Nya. Di pagi dan sore hari, mereka menjadi orang-orang yang taat dalam suluk, takut dan berharap, ruku’ dan sujud, riang dan digembirakan (dengan berita gembira), dan rela akan qadha’ dan qadar-Nya. Mereka tidak berikhtiar untuk mendapat sesuatu kecuali apa-apa yang telah ditetapkan Tuhan untuk mereka”.

Ketujuh:
Orang yang bahagia adalah orang yang dibahagiakan Allah tanpa sebab (sebab efesien yang terdekat, melainkan murni anugerah fadhl dari Allah). Ini dalam bahasa Hakikat. Adapun dalam bahasa Syari’at, orang bahagia adalah orang yang Allah bahagiakan mereka dengan amal-amal saleh. Sedang orang yang celaka, adalah orang yang Allah celakakan mereka dengan meninggalkan amal-amal saleh serta merusak Syariat - kami berharap ampunan dan pengampunan dari Allah.

Kedelapan:
Orang celaka adalah yang mengikuti diri dan hawa nafsunya. Dan orang yang bahagia adalah orang yang menentang diri dan hawa nafsunya, minggat dri bumi menuju Tuhannya, dan selalu menjalankan sunnah-sunnah Nabi s.a.w.

Kesembilan:
Rendah-hatilah dan jangan bersikap congkak dan angkuh.

Kesepuluh:
Kemenanganmu teletak pada pengekangan diri dan sebaliknya kehancuranmu teletak pada pengumbaran diri. Kekanglah dia dan jangan kau umbar, maka engkau pasti akn menang (dalam melawan diri) dan selamat, Insya-Allah. Orang bijak adalah orang yang mengenal dirinya sedangkan orang jahil adalah orang yang tidak mengenal dirinya. Betapa mudah bagi para ‘arif billah untuk membimbing orang jahil. Karena, kebahagiaan abadi dapt diperoleh dengan selayang pandang. Demikian pula tirai-tirai hakikat menyelubungi hati dengan hanya sekali memandang selain-Nya. Padahal Hakikat itu juga jelas tidak erhalang sehelai hijab pun. Relakan dirimu dengan apa yang telah Allah tetapkan padamu. Sebagian orang berkata: “40 tahun lamanya Allah menetapkan sesuatu pada diriku yang kemudian aku membencinya”.

Kesebelas:
Semoga Allah memberimu taufik atas apa yang Dia ingini dan redhai. Tetapkanlah berserah diri kepada Allah. Teguhlah dalam menjalankan tatacara mengikut apa yang dilarang dan diperintahkan Rasul s.a.w. Berbaik prasangkalah kepada hamba-hamba Allah. Karena prasangka buruk itu bererti tiada taufik. Teruslah rela dengan qadha’ walaupun musibah besar menimpamu. Tanamkanlah kesabaran yang indah (Ash-Shabr Al-Jamil) dalam dirimu. Allah berfirman: “Sesungguhnya Allah mengganjar orang-orang yang sabar itu tanpa perhitungan. Tinggalkanlah apa yang tidak menyangkut dirimu dan perketatlah penjagaan terhadap dirimu”.

Keduabelas:
Dunia ini putra akhirat. Oleh karena itu, siapa yang telah menikahi (dunia), haramlah atasnya si ibu (akhirat).

Masih banyak lagi ucapan beliau r.a. yang lain yang sangat bernilai.

Manaqib (biografi) beliau

Banyak sekali buku-buku yang ditulis mengenai biorafi beliau yang ditulis para alim besar.

Antara lain:

- Bulugh Azh-Zhafr wa Al-Maghanim fi Manaqib Asy-Syaikh Abi Bakr bin Salim karya Allamah
Syeikh Muhammad bin Sirajuddin.
- Az-Zuhr Al-Basim fi Raba Al-Jannat; fi Manaqib Abi Bakr bin Salim Shahib ‘Inat oleh Allamah
Syeikh Abdullah bin Abi Bakr bin Ahmad Basya’eib.
- Sayyid al-Musnad pemuka agama yang masyhur, Salim bin Ahmad bin Jindan Al-’Alawy
mengemukakan bahawa dia memiliki beberapa manuskrip (naskah yang masih berbentuk
tulisan tangan) tentang Syeikh Abu Bakar bin Salim. Di antaranya; Bughyatu Ahl Al-Inshaf bin
Manaqib Asy-Syeikh Abi Bakr bin Salim bin Abdullah As-Saqqaf karya Allamah Muhammad
bin Umar bin Shalih bin Abdurraman Baraja’ Al-Khatib.



(Rafiq Husin BSA)





Sumber :

- Manaqib Sayyidina Al-Imam Al-Qutb Al-Ghauts Al-Fakhrul Wujud As-Syekh Abu Bakar bin
Salim RA, Manaqib Para Imam Ba’alawi V, As-Sayyid Muhammad Rafiq bin Luqman Al-Kaff
Gathmyr, Penerbit Majlis Taklim Al-Yusrain, Cet. I, 2004.

- Miftahu As-Sarair wa Kanzu Adz-Dzakhair - Menyingkap Rahasia Hati, Penerbit Putera
Riyadi, Cet. I, 1998.
Selengkapnya...

As - Syeikh Abu Bakar Bin SalimSocialTwist Tell-a-Friend

Islam Dalam Dokumentasi